Heritage Intelligence
Ketidak berdayaan pembuktian kekayaan dan kerugian Negara tentang peninggalan sejarah, yang telah hilang maupun masih ada merupakan 'titik lemah' untuk dapat menjelaskan dan mempertanggung jawabkan kepada publik.
Sebagaimana contoh hancurnya bangunan di proklamasi, dimana potret nyata detik-detik bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Pertanyaan kerugian apa saja yang diciptakan dari kehancuran bangunan proklamasi tersebut? Ternyata ketika di 'bedah' anatominya sungguh membuat kepala cekot-cekot, dari sisi Ilmu pengetahuan bukti nyata keberadaan fisik bangunan sudah tidak ada. Di dalam ranah berbeda seperti contoh ketika pulau Sipadan dan Ligitan diakui oleh Mahkamah Internasional di Belanda, fisik bangunan yang terdapat dikedua pulau tersebut adalah milik Malaysia. Pada akhirnya secara de jure maupun de fakto pulau Sipadan dan Ligitan milik sah Malaysia.
Terperanjat bahwa eksistensi fisik bangunan bukan persoalan sederhana, cara pandang melihat fisik bangunan selama ini hanya dilihat dari 'kaca mata kuda' yang melulu diukur dari perspektif estetika dan ekonomis semata. Padahal sebuah bangunan diciptakan melampaui tapal batas estetika dan ekonomi, sebagaimana masyarakat Jawa membangun rumah Panggang pe Ceregancet mirip dengan jasad hidup yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan penghuninya.
Database Benda Cagar Budaya
Film petualangan Indiana Jones, National Treasure, dan Da Vinci Code, membuat adrenalin penonton terpacu. Kecerdasan mengumpulkan serpihan informasi yang tercecer, sehingga teka-teki dapat terpecahkan dan disusun ulang. Sungguh sebuah inspirasi. Tersebar dan terseraknya artefak benda cagar budaya dari berbagai wujud, baik dari sisa-sisa peninggalan kerajaan Nusantara sampai peninggalan kolonial. Sampai saat ini masih dalam 'terawangan' sebagai analogi berjalan dikegelapan tanpa cahaya. Keberadaan UU.No.5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya dan UU.No.26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang masih dalam tahap konsepsional, belum memasuki 'ranah' operasional di dalam pelestarian benda cagar budaya. Inventarisasi pendokumentasiaan sebagai database keberadaan benda cagar budaya dari berbagai ragam bentuk, sampai saat ini masih belum dapat direalisasikan. Padahal database tersebut merupakan 'peta hidup' sebagai alat deteksi dini, perihal kelangsungan pelestarian benda cagar budaya di Indonesia. Karena bila terwujud pendokumentasian tersebut, publik dapat mengetahui dan menjaga pelestarian dari benda cagar budaya yang dilindungi oleh Negara. Fungsi database dapat memberikan suguhan informasi, berapa jumlah benda cagar budaya yang dimiliki seperti Gedung, Benteng, Rumah, Masjid, Gereja, Vihara, Pusaka dan lain sebagainya. Dengan adanya informasi keberadaan artefak sejarah ini, penghancuran dan pencurian dapat maksimal dihindari.
Pendokumentasian mempunyai peran ganda di satu sisi dapat menjadi alat kontrol, disisi lain merupakan alat sosialisasi dari Undang-Undang tentang Benda Cagar Budaya yang murah dan efektif kepada warga Negara.
Benda Cagar Budaya dan Keamanan Nasional
Perjuangan panjang Vasco da Gama (1497-1499) mencapai India melalui Tanjung Harapan telah berhasil gilang gemilang, dari keberhasilan ini maka terbuka lebar pintu masuk pelayaran bangsa Eropa ke Asia. Setelah Tanjung Harapan ditundukkan, kini giliran Melaka dikuasai Portugal (1511).
Di dalam kurun waktu 11 tahun tepatnya pada tahun 1522 ekspedisi Ferdinand Magellan dari Spanyol berhasil mencapai Maluku, selisih waktu 57 tahun (1522-1579) Francis Drake dari Inggris datang menyusul ke kewilayah 'surga rempah-rempah' Maluku. Berawal dari rempah-rempah nafsu serakah untuk menguasai dalam wajah kolonialisme tertancap di bumi Maluku, gesekan kepentingan untuk saling menguasai antara Portugal dan Spanyol di Maluku pada abad XVI tidak dapat terhindarkan. Maka keluar perjanjian Tordesillas (1494) dan menyusul perjanjian Saragossa (1527) antara Spanyol dan Portugal. Hal hasil dari perjanjian tersebut Portugal dapat menguasai Maluku.
Kilasan sejarah tersebut merupakan 'rekam jejak' kolonialisme pertama kali hadir di bumi jamrud khatulistiwa, taktik dan strategi kolonial di dalam melakukan infiltrasi sampai menuju invasi dapat ketahui. Fakta penjajahan dapat ditelusuri melalui artefak seperti Benteng Victoria (1605) yang dibangun Portugal di Maluku, berfungsi sebagai benteng pertahanan. Juga Benteng Oranje (1607) di Ternate yang dibangun oleh Cornelis Matelief de Jonge (Belanda). Benteng ini pernah dijadikan pusat pemerintahan tertinggi Hindia Belanda (Gubernur Jenderal) Pieter Both, Herald Reynst, Laurenz Reaal, dan Jan Pieterszoon Coen.
Dari Benteng pertahanan sampai rute perjalanan alur laut kolonial memasuki Nusantara, sebagaimana diketemukannya beberapa artefak kapal laut kolonial yang karam di dasar laut. Dan legitimasi Mahkamah Internasional tentang batas kedaulatan wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI), mengacu pada peninggalan tanah jajahan Belanda. Dengan demikian 'patok batas' secara fisik peninggalan Belanda, kedepan menjadi sesuatu yang vital di dalam pembuktian wilayah kedaulatan Negara.
Walaupun bukan konteks benda cagar budaya, tetapi masih dalam 'satu tarikan nafas' peristiwa dikuasainya Pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia, karena lemahnya bukti otentik di Mahkamah Internasional. Merupakan pertanda urgensinya fisik bangunan dalam wilayah hukum Internasional. Serta perluasan pembangunan fisik didaratan Singapura melalui 'pasir laut', hampir saja mencaplok kedaulatan Indonesia khususnya pulau Nipa dan pulau lainnya disekitar wilayah propinsi kepulauan Riau. Satu lagi peristiwa penghancuran taman didepan stasiun Beos kota, dimana wilayah itu merupakan 'ring satu' zona benda cagar budaya. Kepentingan bisnis lebih penting daripada keamanan. Pembangunan shelter busway dan terowongan untuk pedestrian mengakibatkan dampak buruk bagi bangunan tua disekitarnya. Tercatat sedikitnya empat bangunan tua yang langsung terkena dampak negative yang diakibatkan dewatering saat pembangunan terowongan tersebut, keseimbangan air tanah disekitar lokasi terganggu. Dan keempat bangunan tua mengalami penurunan pondasi, dan dampak negatif apa yang akan tercipta kedepan? Tidak ada yang dapat mengatahui dan diperlukan kajian mendalam. Sampai saat ini kejelasan tentang barang sitaan Negara dari hasil penangkapan eksplorasi kapal VOC yang karam secara illegal, berapa jumlah dan nilai harta karun tersebut dan disimpan dimana masih dalam misteri.
Saksi bisu benda cagar budaya ternyata faktual dapat 'berbunyi' dan berkata jujur tanpa ada rekayasa maupun kebohongan.
Intelijen Benda Cagar Budaya (Heritage Intelligence)
Cegah tangkal di dalam pelestarian benda cagar budaya sudah waktunya diperkuat, perhitungan secara matematis tentang kekayaan 'adi luhung' bangsa Indonesia belum dapat direalisasikan. Kemampuan IPTEK di dalam kalkulasi sumber daya alam (SDA) kekayaan laut sudah dapat dihandalkan di negri kepulauan ini, padahal dahulu sebelum teori tersebut ada masih merupakan sesuatu yang 'ghaib' diwilayah alam bawah sadar. Sosok manusia dapat terbang Gatot Kaca yang hanya ada dalam cerita pewayangan, tersentak bahwa cerita itu bukan mitos melainkan teknos dengan kemampuan di dalam rekayasa teknologi kapal terbang (Dirgantara Indonesia).
Eksistensi heritage intelligence di dalam melakukan penelitian dan pendokumentasian, serta dapat juga melakukan 'audit' benda cagar budaya, merupakan pemecah dari kebekuan dan kerapuhan mengatasi permasalahan benda cagar budaya. Generasi kedepan perlu diberikan 'menu' visualitas bukan virtualitas. Melalaui intelijen benda cagar budaya sesuatu yang absurd menjadi rasional, investigasi tapak tilas untuk dapat mengumpulkan kembali serpihan sejarah yang tercecer dan hilang. Seperti analogi menjahit pakaian yang sudah usang termakan jaman, memerlukan sentuhan ketekunan penjahit handal. Semoga.***
BAROUSAI, BARUS, ATAU FANSUR: KISAH CEMERLANG DARI BERIBU TAHUN SILAM
BAROUSAI, BARUS, ATAU FANSUR:
KISAH CEMERLANG DARI BERIBU TAHUN SILAM
Kota bandar di tepian pantai barat Sumatra yang berabad lalu menjadi sebuah perkampungan multi-etnis yang penuh guyub, sarat daya tarik bagi para pedagang di hampir seluruh penjuru bumi, juga menjadi pintu masuknya berbagai peradaban dan agama-agama besar di bumi Nusantara itu kini telah sepi.
BARUS saat ini hanya sebuah ibukota Kecamatan, di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Posisinya berada di pinggir pantai barat Sumatera, sekitar 60 km sebelah utara Sibolga, atau sekitar 414 km dari
Dan boleh jadi, Barus adalah satu-satunya
Tapi apa gerangan yang menjadikan
Jawabnya tak lain adalah kapur barus (bhs Belanda: kamfer, dan mungkin dari kata kapur yang diucapkan kofur oleh bangsa Arab).[3] Konon, kapur barus asal kota barus inilah yang paling banyak dicari karena kualitasnya yang terbaik, paling laku dan harganya kurang lebih 8 kali lebih mahal daripada kapur-kapur barus asal tempat lain[4]. Dalam catatan pelancong Italia, Marco Polo bahkan disebutkan bahwa, harga kapur barus kala itu setara dengan harga emas dengan berat yang sama[5].
Seorang Belanda pernah menulis bahwa kemenyan dari Barus, telah dipakai sebagai salah satu bahan mengawetkan (membalsem) mayat raja-raja di Mesir sebelum Masehi[6]. Jika dugaan ini benar, maka berarti kota bandar Barus ini sudah ada sejak 5.000 tahun SM. Perkiraan akhir itu, didasarkan pada temuan bahan pengawet dari berbagai mummy Fir'aun Mesir Kuno salah satu pengawetnya menggunakan kanper atau kapur Barus. Sejarawan era kemerdekaan Moh. Yamin, bahkan memperkirakan bahwa, perdagangan rempah-rempah dan tentu saja kamfer, sudah dilakukan pedagang Nusantara sejak 6.000 tahun lalu ke berbagai penjuru dunia.
Hasil penelitian Innis Miller terhadap naskah Historia Naturalis karya Plinius di abad pertama juga sudah menunjukkan bahwa, para pedagang Nusantara pun ternyata sudah menjajakan komoditas mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur sejak abad permulaan Masehi[7]. Sementara Prof. Kern[8] pernah menulis bahwa
Begitu pentingnya
Dan tentu, seperti kata pepatah, ada gula ada semut. Pesona kapur barus dari selatan ini menggoda banyak pendatang. Sebagaimana dicatatan Ptolomaios, selain para penjelajah dari Yunani, juga datang pedagang dari
Dewan Gereja-gereja di Indonesia juga memercayai sejak tahun 645 Masehi di daerah Barus telah masuk umat Kristen dari sekte Nestorian. Keyakinan tersebut didasarkan pada buku kuno tulisan Shaikh Abu Salih al-Armini. Sementara itu, penjelajah dari Armenia Mabousahl mencatat bahwa pada abad ke-12 telah terdapat Gereja Nestorian.
Lalu datanglah para pedagang Arab memasuki Barus sekira 627-643 M atau sekitar tahun 1 Hijriah, dan menyebarkan agama Islam di daerah itu. Di antaranya Wahab bin Qabishah mendarat di Pulau Mursala pada 627 M. Ada juga utusan Khulafaur Rasyidin, bernama Syekh Ismail akan ke Samudera Pasai dan singgah di Barus, sekira tahun 634 M. Dan sejak itu pula, tercatat bangsa Arab (Islam) mendirikan koloni di Barus. Bangsa Arab menamakan Barus dengan sebutan Fansur atau Fansuri, misalnya oleh penulis Sulaiman pada 851 M dalam bukunya "Silsilatus Tawarikh."
Kedatangan bangsa Arab yang kemudian menyebarkan agama Islam itu juga disebutkan dalam berita-berita Cina, Hsin-Tang-shu[13] (Catatan Dinasti Tang, 618-907), dan Chu-fan-chi[14] (Catatan Negeri-negeri Asing) yang ditulis Chau Ju-kua pada tahun 1225. Di dalam dua kronik Cina itu banyak bercerita tentang Ta-shi, istilah Cina untuk menyebut Arab. (Chu-fan-chi menerangkan bahwa Ta-shi mempunyai seorang Buddha (maksudnya Nabi) yang bernama Ma-ha-mat (Muhammad). Dalam sehari mereka
Tentu, dapat dibayangkan betapa makmurnya
Seorang bekas kontrolir Belanda, G.J.J. Deutz, sewaktu bertugas di Barus,[18] menulis bahwa menurut rakyat setempat di Desa Lobutua pernah didapat penduduk sebuah batu bertulis pada dua bagian. Tetapi sayang, batu itu pada tahun 1857 dipecahkan oleh Raja Barus bernama Mara Pangkat. Pada tahun 1872 Deutz banyak menemukan pecahan batu peninggalan zaman Hindu yang telah dilupakan orang, telah berlumut. Dan baru pada tahun 1932, prasasti itu diterjemahkan Profesor Nila-kanti Sastri dari Universitas Madras.[19]
Prasasti itu menyebutkan bahwa paling sedikit sejak abad ke-11, telah bermukim di
Menurut Gnillout Claude[20], Barus adalah sebuah
Dan semua kemakmuran itu berkat aroma kapur barus yang diolah dari kayu kamfer. Hanya kini, komoditi yang begitu mempesona di masa silam itu, hingga konon juga dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi itu, kini sudah lama tidak lagi diproduksi
Di komplek makam Syekh Machmud yang tertata rapi dan terletak di Bukit Papan Tinggi dan memang betul-betul tinggi sehingga harus melewati 710 anak tangga ini, menggantung sebuah tulisan, “Beri Salam dan Alas Kaki dibuka.” Seakan mengakhiri sebuah kisah perjalanan sebuah kota bandar di tepian pantai barat Sumatra yang berabad lalu menjadi sebuah perkampungan multi-etnis yang penuh guyub, sarat daya tarik bagi para pedagang di hampir seluruh penjuru bumi, juga menjadi pintu masuknya berbagai peradaban dan agama-agama besar di bumi Nusantara itu kini telah sepi.**
[1] Barus telah disebut oleh Ptolomeus kira kira tahun 150 Masehi. (Kozok, 1991, 14)
[2] W. J. van der Meulen, “Suvarnadvipa and the Chryse Chersonesos”,
[3] Encyclopdeia van Nederlandsch Indie
[4] Ada tiga jenis kapur barus pada saat itu yaitu: Kapur barus dari Kalimantan dan Sumatera (Dryobalanops aromatica), Kapur barus dari China dan Jepang (Cinnamomum Camphora) yang banyak beredar dipasaran dan yang ketiga adalah Blumea balsami- fera, yang diproduksi di China dengan nama kapur barus Ngai. Harga dari kapur barus asal Sumatera ini kira-kira 138 kali lebih mahal dari kapur barus
[5] “Travel of Marco Polo,” Buku 3 Bab 9 dan Buku 2 Bab 8 by Marco Polo dan Rustichello of Pisa
[6]
[7] J. Innis Miller, The Spice Trade of the Roman Empire, Oxford University Press, London, 1969, terutama Bab “The Cinnamon Route”
[8] Verspreide Geschriften No VI, halaman 15
[9] Po-lu-chi atau Po-lu-suo terkadang sering keliru diterjemahkan dalam text
[10] Oliver W. Wolters, Early Indonesian Commerce, Cornell University Press,
[11] Dari Desa Pansur sedikit di utara Barus
[12] Dari kata Kalasan, daerah penghasil kapur barus antara Kota Barus dan Sungai Chenendang
[13] Diterjemahkan oleh Paul Pelliot, “Deux Itineraires de Chine en Inde a la Fin du VIIIe Siecle”, BEFEO, 4, 1904, hal. 132-413
[14] Diterjemahkan oleh Friedrich Hirth dan W. W. Rockhill, Chau Ju-kua: His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteenth Centuries, entitled CHU-FAN-CHI, Imperial Academy of Sciences, St.Petersburg, 1911
[15] Lihat: F. Hirth dan W.W.Rockhill, hh. 114-124
[16] Berita ini tercantum dalam kronik Tung-tien buku 193 nomor 22b. Lihat: F.Hirth dan W.W.Rockhill, h. 119
[17] Paul Pelliot, h. 297. Lihat juga W. P. Groeneveldt, Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled from Chinese Sources, Bhratara, Jakarta, cetak ulang 1960, h. 14.
[18] Barus, G.J.J. Deutz, Tijdschr No. 22 tahun 1875
[19] A Tamil Merchant-guild in Sumatera oleh Prof. N. Sastri dalam Tijdschr No 72 tahun 1932
[20] “Lobu Tua Sejarah Barus”, Obor, 2002
Senin, 15 September 2008
14-09-2006
PENGAMANAN WILAYAH PERBATASAN INDONESIA - SINGAPURA
"INDONESIA - SINGAPURA"
(CATATAN DARI LATMA ELANG INDOPURA XIV/2006 )
Kejahatan lintas negara dan isu-isu keamanan perbatasan merupakan hal-hal mendesak untuk dtangani bersama secara serius. Wilayah perbatasan yang jauh dari pengawasan, sering dimanfaatkan pihak-pihak tertentu sebagai gerbang kegiatan illegal, seperti perompakan, peyelundupan, penangkapan ikan ilegal, perambahan hutan ilegal, penggeseran patok-patok perbatasan dan pelintas batas ilegal.
Ancaman-ancaman tersebut di atas sering terjadi disekitar alur kepulauan Indonesia (ALKI) yang menyebabkan terganggunya pelayaran di sekitar wilayah tersebut. Akibatnya tidak saja dirasakan oleh Indonesia, akan tetapi juga oleh negara-negara lain yang memanfaatkan ketiga ALKI tersebut.
Kerjasama Pertahanan
Menurut Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal TNI Herman Prayitno, S.IP saat menutup Latihan Bersama (Latma) Elang Malindo XIV/2006 di Lanud Iswahyudi, Madiun menyatakan bahwa, kerjasama internasional di bidang pertahanan sebagai bagian integral dari kebijakan luar negeri Indonesia merupakan salah satu jembatan untuk membangun rasa saling percaya dengan bangsa-bangsa lain, sudah sangat kita rasakan manfaatnya.
Dalam rangka turut memelihara stabilitas regional, kerjasama pertahanan diprioritaskan pada kerjasama bilateral dengan negara-negara di Asia Tenggara, dan dengan negara-negara sub kawasan Pasifik Barat Daya, ASEAN (Association of South East Asia Nations) serta forum kerjasama keamanan ARF (ASEAN Regional Forum) dan Forum Dialog Pasifik Barat Daya yang merupakan wadah kerjasama antar negara anggota kawasan yang perlu terus dikembangkan.
Kerjasama pertahanan antara Indonesia – Singapura telah berlangsung lama melalui pembentukan komite kerjasama ke dua Negara dan terus berkembang dan diselenggarakan secara rutin. Latma Elang Indopura XIV/2006 yang digelar pada bulan Juli 2006, merupakan bentuk latihan bersama antara TNI Angkatan Udara (TNI AU) dan Angkatan Udara Singapura (RSAF).
Latma Elang Indopura XIV/2006
Dalam bulan Juli 2006 lalu, TNI AU dan RSAF mengadakan Latma Elang Indopura XIV/2006 dalam bentuk Gladi Pos Komando (Posko) yang dilaksanakan dari tanggal 3 sampai 6 Juli 2006 di Paya Lebar Air Base yang dibuka CAF RSAF Brigjen Ng Chee Khern dan Wakasau Marsdya TNI Wresniwiro, S.IP, pada 3 Juli. Sedangkan Gladi Manuver Lapangan dilaksanakan dari tanggal 17 sampai 19 Juli 2006 di Lanud Iswahjudi, Madiun.
Latma Elang Indopura XIV/2006 kali ini bertujuan meningkatkan kemampuan dan kerjasama personel TNI AU dan RSAF pada operasi udara taktis bersama dalam pengamanan wilayah perbatasan Indonesia – Singapura.
Hasil yang diharapkan dalam Latma Elang IndopuraXIV/2006 adalah untuk memantapkan prosedur pelaksanaan operasi udara taktis bersama dalam tingkat “Combined Air Task Force�?, sistem komunikasi dalam mendukung kelancaran operasi udara bersama dan meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan dukungan logistik ke daerah operasi. Sedangkan bentuk operasi udara taktis yang dilatihkan meliputi Fighter / Strike Operation, Tactical Transport Operation dan Helicopter Operation.
Kekuatan udara pada Latma yang digelar sejak tahun 1980 dengan periode dua tahunan ini, TNI AU mengerahkan enam pesawat tempur F-5E Tiger, satu pesawat angkut berat C-130 Hercules dan satu helikopter NAS 332 Super Puma dengan pelibatan personel sebanyak 180 orang. Sedangkan RSAF mengerahkan enam pesawat tempur F-5E Tiger, satu pesawat angkut berat C-130 Hercules dan dua helikopter CH 47 Chinook dengan pelibatan personel sebanyak 160 orang.
Dalam Latma Elang Indopura XIV/2006 diskenariokan telah terjadi pertempuran udara yang sengit di wilayah perbatasan antara Satuan Tugas Udara Gabungan (Satgasud) yang dibentuk TNI AU dan RSAF melawan Negara Orangeland yang berusaha mengekspansi daerah Ariat.
Delapan pesawat tempur F-5 Tiger terlibat dalam duel udara dan berhasil melumpuhkan kekuatan pertahanan udara musuh. Namun pada pertempuran tersebut, satu F-5E Satgasud Gabungan Elang Indopura tertembak jatuh, tetapi penerbangnya berhasil melakukan eject, menyelamatkan diri - loncat keluar dari pesawat memakai kursi pelontar.
Untuk menyelamatkan penerbang F-5E Tiger, dilakukan Operasi SAR Tempur (Sarpur) Gabungan dengan mengerahkan helikopter Super Puma dan Chinook. Tim Sarpur berhasil menyelamatkan pilot dan langsung dievakuasi ke daerah aman. Sementara untuk memperkuat pasukan darat, Satgasud Elang Indopura melaksanakan Tactical Transport Operation menggunakan pesawat angkut C-130 Hercules dan CN-235 guna menerjunkan bantuan logistik.
Dalam sambutannya yang dibacakan saat upacara penutupan, Kepala staf Angkatan Udara, Marsekal TNI Herman Prayitno, S.IP. menyampaikan bahwa kerja sama antara TNI AU dan RSAF yang sudah terjalin selama 26 tahun, tepatnya sejak 19 Juni 1980, sudah di rasakan manfaatnya, khususnya dalam upaya peningkatan kemampuan personel TNI AU dan RSAF dalam melaksanakan operasi udara secara terkoordinasi.
Selanjutnya dikatakan bahwa kesungguhan, semangat dan disiplin para peserta dalam latihan merupakan hal yang sangat membanggakan, sekaligus merupakan bukti profesionalitas kedua Angkatan Udara yang sampai dengan saat ini tetap terjaga soliditasnya.
Latihan bersama Elang Indopura XIV/2006 merupakan suatu moment penting guna menjalin hubungan persahabatan antara dua Angkatan yang semakin erat. Disamping itu latihan ini juga memberikan kesempatan berharga bagi para air crew, ground crew dan personel lainnya untuk saling bertukar pengalaman dan meningkatkan saling pengertian melalui prosedur yang telah disepakati bersama.
Sukses yang dicapai dalam penyelengaraan Latma Elang Indopura XIV/2006 merupakan bukti keseriusan kerjasama yang baik antara dua Angkatan Udara. Kerjasama ini pula yang menjadikan hubungan baik, tidak hanya antara Angkatan Udara, tetapi juga hubungan bilateral kedua negara.
Kegiatan Elang Indopura XIV/2006 di Iswahyudi Madiun diisi pula dengan bakti sosial, berupa pelayanan kesehatan gratis di Rumah Sakit Lanud Iswahjudi dengan melakukan pengobatan, operasi katarak dan hernia bagi masyarakat sekitar Lanud, yang tidak mampu dan membutuhkan perawatan kesehatan.
Harapan - Harapan
Selain dalam bentuk latihan, kerjasama dengan Singapura juga dilaksanakan melalui perjanjian tentang Military Training Area (MTA) sebagai daerah latihan yang dapat digunakan kedua negara. Dalam menghadapi isu-isu kejahatan lintas negara seperti terorisme, perompakan, dan pembajakan, kerjasama dengan Singapura dirasakan sangat penting, oleh karena itu pada tahun-tahun mendatang perlu lebih ditingkatkan
Melalui forum-forum seperti ini, permasalahan-permasalahan kawasan diharapkan dapat diselesaikan dengan mengedepankan semangat kebersamaan, perimbangan kepentingan yang dibangun berdasarkan prinsip persamaan hak, saling menghormati, dan tidak saling intervensi. Kerjasama bilateral di bidang pertahanan diarahkan untuk membagun rasa saling percaya dan memecahkan masalah-masalah keamanan yang dihadapi bersama.
Terkait dengan kesinambungan Latma Elang Indopura di masa mendatang, pada kesempatan penutupan dan konferensi pers yang dilakukan dihadapan insan pers yang berasal dari media massa ibukota yang sengaja diajak meliput ke Lanud Iswahyudi, Madiun, serta para koresponden yang berada di Madiun, Kasau menyampaikan beberapa harapannya, yaitu :
Pertama. Melalui latihan bersama Elang Indopura diharapkan hubungan kerjasama antara Indonesia dengan Singapura dapat tetap terjaga dengan baik.
Kedua. Penyelenggaraan latihan bersama Elang Indopura diharapkan dapat semakin memantapkan kemampuan personel TNI AU dan RSAF dalam melaksanakan operasi udara secara terkoordinasi di wilayah latihan.
Ketiga. Setiap latihan bersama Elang Indopura diharapkan menjadi sarana untuk menguji validitas prosedur tetap Indopura yang telah ada, untuk dipakai sebagai bahan penyempurnaan.
Keempat. Dalam setiap penyelenggaraan Latma, diharapkan dapat dilakukan pengkajian dan pengembangan dalam aspek intelijen, kodal, taktik dan teknik operasi, komunikasi dan elektronika, administrasi logistik disamping aspek kesehatan.
M.Akbar Linggaprana - Patriot
0 komentar:
Posting Komentar