Heritage Intelligence

Mendengar intelijen ingatan langsung tertuju kepada James Bond 007, CIA, KGB, dan Mossad. Institusi intelijen Negara yang bekerja dalam ketertutupan dan menyeramkan seperti kisah Victor Ostrovsky atau novel Body of Lies karya David Ignatius. Intelijen Benda Cagar Budaya (Heritage Intelligence) bukan merupakan pengenjawantahan dari Lembaga Intelijen Negara, melainkan pekerjaan penelitian dan pendokumentasian tentang keberadaan benda cagar budaya yang ada di Indonesia. Banyaknya peninggalan kekayaan artefak sejarah yang telah lenyap atau musnah, sehingga menciptakan kerugian besar hampir disetiap sektor baik dari Ilmu pengetahuan, sosial-budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan Negara.
Ketidak berdayaan pembuktian kekayaan dan kerugian Negara tentang peninggalan sejarah, yang telah hilang maupun masih ada merupakan 'titik lemah' untuk dapat menjelaskan dan mempertanggung jawabkan kepada publik.
Sebagaimana contoh hancurnya bangunan di proklamasi, dimana potret nyata detik-detik bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Pertanyaan kerugian apa saja yang diciptakan dari kehancuran bangunan proklamasi tersebut? Ternyata ketika di 'bedah' anatominya sungguh membuat kepala cekot-cekot, dari sisi Ilmu pengetahuan bukti nyata keberadaan fisik bangunan sudah tidak ada. Di dalam ranah berbeda seperti contoh ketika pulau Sipadan dan Ligitan diakui oleh Mahkamah Internasional di Belanda, fisik bangunan yang terdapat dikedua pulau tersebut adalah milik Malaysia. Pada akhirnya secara de jure maupun de fakto pulau Sipadan dan Ligitan milik sah Malaysia.
Terperanjat bahwa eksistensi fisik bangunan bukan persoalan sederhana, cara pandang melihat fisik bangunan selama ini hanya dilihat dari 'kaca mata kuda' yang melulu diukur dari perspektif estetika dan ekonomis semata. Padahal sebuah bangunan diciptakan melampaui tapal batas estetika dan ekonomi, sebagaimana masyarakat Jawa membangun rumah Panggang pe Ceregancet mirip dengan jasad hidup yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan penghuninya.

Database Benda Cagar Budaya

Film petualangan Indiana Jones, National Treasure, dan Da Vinci Code, membuat adrenalin penonton terpacu. Kecerdasan mengumpulkan serpihan informasi yang tercecer, sehingga teka-teki dapat terpecahkan dan disusun ulang. Sungguh sebuah inspirasi. Tersebar dan terseraknya artefak benda cagar budaya dari berbagai wujud, baik dari sisa-sisa peninggalan kerajaan Nusantara sampai peninggalan kolonial. Sampai saat ini masih dalam 'terawangan' sebagai analogi berjalan dikegelapan tanpa cahaya. Keberadaan UU.No.5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya dan UU.No.26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang masih dalam tahap konsepsional, belum memasuki 'ranah' operasional di dalam pelestarian benda cagar budaya. Inventarisasi pendokumentasiaan sebagai database keberadaan benda cagar budaya dari berbagai ragam bentuk, sampai saat ini masih belum dapat direalisasikan. Padahal database tersebut merupakan 'peta hidup' sebagai alat deteksi dini, perihal kelangsungan pelestarian benda cagar budaya di Indonesia. Karena bila terwujud pendokumentasian tersebut, publik dapat mengetahui dan menjaga pelestarian dari benda cagar budaya yang dilindungi oleh Negara. Fungsi database dapat memberikan suguhan informasi, berapa jumlah benda cagar budaya yang dimiliki seperti Gedung, Benteng, Rumah, Masjid, Gereja, Vihara, Pusaka dan lain sebagainya. Dengan adanya informasi keberadaan artefak sejarah ini, penghancuran dan pencurian dapat maksimal dihindari.
Pendokumentasian mempunyai peran ganda di satu sisi dapat menjadi alat kontrol, disisi lain merupakan alat sosialisasi dari Undang-Undang tentang Benda Cagar Budaya yang murah dan efektif kepada warga Negara.

Benda Cagar Budaya dan Keamanan Nasional

Perjuangan panjang Vasco da Gama (1497-1499) mencapai India melalui Tanjung Harapan telah berhasil gilang gemilang, dari keberhasilan ini maka terbuka lebar pintu masuk pelayaran bangsa Eropa ke Asia. Setelah Tanjung Harapan ditundukkan, kini giliran Melaka dikuasai Portugal (1511).
Di dalam kurun waktu 11 tahun tepatnya pada tahun 1522 ekspedisi Ferdinand Magellan dari Spanyol berhasil mencapai Maluku, selisih waktu 57 tahun (1522-1579) Francis Drake dari Inggris datang menyusul ke kewilayah 'surga rempah-rempah' Maluku. Berawal dari rempah-rempah nafsu serakah untuk menguasai dalam wajah kolonialisme tertancap di bumi Maluku, gesekan kepentingan untuk saling menguasai antara Portugal dan Spanyol di Maluku pada abad XVI tidak dapat terhindarkan. Maka keluar perjanjian Tordesillas (1494) dan menyusul perjanjian Saragossa (1527) antara Spanyol dan Portugal. Hal hasil dari perjanjian tersebut Portugal dapat menguasai Maluku.
Kilasan sejarah tersebut merupakan 'rekam jejak' kolonialisme pertama kali hadir di bumi jamrud khatulistiwa, taktik dan strategi kolonial di dalam melakukan infiltrasi sampai menuju invasi dapat ketahui. Fakta penjajahan dapat ditelusuri melalui artefak seperti Benteng Victoria (1605) yang dibangun Portugal di Maluku, berfungsi sebagai benteng pertahanan. Juga Benteng Oranje (1607) di Ternate yang dibangun oleh Cornelis Matelief de Jonge (Belanda). Benteng ini pernah dijadikan pusat pemerintahan tertinggi Hindia Belanda (Gubernur Jenderal) Pieter Both, Herald Reynst, Laurenz Reaal, dan Jan Pieterszoon Coen.
Dari Benteng pertahanan sampai rute perjalanan alur laut kolonial memasuki Nusantara, sebagaimana diketemukannya beberapa artefak kapal laut kolonial yang karam di dasar laut. Dan legitimasi Mahkamah Internasional tentang batas kedaulatan wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI), mengacu pada peninggalan tanah jajahan Belanda. Dengan demikian 'patok batas' secara fisik peninggalan Belanda, kedepan menjadi sesuatu yang vital di dalam pembuktian wilayah kedaulatan Negara.
Walaupun bukan konteks benda cagar budaya, tetapi masih dalam 'satu tarikan nafas' peristiwa dikuasainya Pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia, karena lemahnya bukti otentik di Mahkamah Internasional. Merupakan pertanda urgensinya fisik bangunan dalam wilayah hukum Internasional. Serta perluasan pembangunan fisik didaratan Singapura melalui 'pasir laut', hampir saja mencaplok kedaulatan Indonesia khususnya pulau Nipa dan pulau lainnya disekitar wilayah propinsi kepulauan Riau. Satu lagi peristiwa penghancuran taman didepan stasiun Beos kota, dimana wilayah itu merupakan 'ring satu' zona benda cagar budaya. Kepentingan bisnis lebih penting daripada keamanan. Pembangunan shelter busway dan terowongan untuk pedestrian mengakibatkan dampak buruk bagi bangunan tua disekitarnya. Tercatat sedikitnya empat bangunan tua yang langsung terkena dampak negative yang diakibatkan dewatering saat pembangunan terowongan tersebut, keseimbangan air tanah disekitar lokasi terganggu. Dan keempat bangunan tua mengalami penurunan pondasi, dan dampak negatif apa yang akan tercipta kedepan? Tidak ada yang dapat mengatahui dan diperlukan kajian mendalam. Sampai saat ini kejelasan tentang barang sitaan Negara dari hasil penangkapan eksplorasi kapal VOC yang karam secara illegal, berapa jumlah dan nilai harta karun tersebut dan disimpan dimana masih dalam misteri.
Saksi bisu benda cagar budaya ternyata faktual dapat 'berbunyi' dan berkata jujur tanpa ada rekayasa maupun kebohongan.

Intelijen Benda Cagar Budaya (Heritage Intelligence)

Cegah tangkal di dalam pelestarian benda cagar budaya sudah waktunya diperkuat, perhitungan secara matematis tentang kekayaan 'adi luhung' bangsa Indonesia belum dapat direalisasikan. Kemampuan IPTEK di dalam kalkulasi sumber daya alam (SDA) kekayaan laut sudah dapat dihandalkan di negri kepulauan ini, padahal dahulu sebelum teori tersebut ada masih merupakan sesuatu yang 'ghaib' diwilayah alam bawah sadar. Sosok manusia dapat terbang Gatot Kaca yang hanya ada dalam cerita pewayangan, tersentak bahwa cerita itu bukan mitos melainkan teknos dengan kemampuan di dalam rekayasa teknologi kapal terbang (Dirgantara Indonesia).
Eksistensi heritage intelligence di dalam melakukan penelitian dan pendokumentasian, serta dapat juga melakukan 'audit' benda cagar budaya, merupakan pemecah dari kebekuan dan kerapuhan mengatasi permasalahan benda cagar budaya. Generasi kedepan perlu diberikan 'menu' visualitas bukan virtualitas. Melalaui intelijen benda cagar budaya sesuatu yang absurd menjadi rasional, investigasi tapak tilas untuk dapat mengumpulkan kembali serpihan sejarah yang tercecer dan hilang. Seperti analogi menjahit pakaian yang sudah usang termakan jaman, memerlukan sentuhan ketekunan penjahit handal. Semoga.***

BAROUSAI, BARUS, ATAU FANSUR: KISAH CEMERLANG DARI BERIBU TAHUN SILAM

BAROUSAI, BARUS, ATAU FANSUR:

KISAH CEMERLANG DARI BERIBU TAHUN SILAM

Kota bandar di tepian pantai barat Sumatra yang berabad lalu menjadi sebuah perkampungan multi-etnis yang penuh guyub, sarat daya tarik bagi para pedagang di hampir seluruh penjuru bumi, juga menjadi pintu masuknya berbagai peradaban dan agama-agama besar di bumi Nusantara itu kini telah sepi.

BARUS saat ini hanya sebuah ibukota Kecamatan, di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Posisinya berada di pinggir pantai barat Sumatera, sekitar 60 km sebelah utara Sibolga, atau sekitar 414 km dari Medan. Tidak ada yang istimewa. Begitu juga dengan Desa Lobutua, sekitar 4 km ke arah barat dari Barus. Juga layaknya sebuah desa, sepi. Meskipun sesekali para peziarah datang silih-berganti, menapaki sejarah sebuah kota banda yang jauh di awal abad masehi pernah begitu cemerlang dan menggemparkan sekujur bumi.

Dan boleh jadi, Barus adalah satu-satunya kota yang tercatat di dalam buku yang terbit di awal masehi, sehingga menempatkannya sebagai kota tertua di bumi Nusantara. Adalah Claudius Ptolomaios[1], seorang geograf Yunani yang dalam bukunya dari abad ke dua Masehi, Geographike Hyphegesis menuliskan nama negeri Barousai di Chryse Chora (Pulau Emas) yang antara lain oleh van der Meulen disimpulkan sebagai Sumatra[2].

Tapi apa gerangan yang menjadikan kota bandar ini begitu mempesona orang Yunani, China, India, dan bahkan juga para Pharao di Mesir kuno?

Jawabnya tak lain adalah kapur barus (bhs Belanda: kamfer, dan mungkin dari kata kapur yang diucapkan kofur oleh bangsa Arab).[3] Konon, kapur barus asal kota barus inilah yang paling banyak dicari karena kualitasnya yang terbaik, paling laku dan harganya kurang lebih 8 kali lebih mahal daripada kapur-kapur barus asal tempat lain[4]. Dalam catatan pelancong Italia, Marco Polo bahkan disebutkan bahwa, harga kapur barus kala itu setara dengan harga emas dengan berat yang sama[5].

Seorang Belanda pernah menulis bahwa kemenyan dari Barus, telah dipakai sebagai salah satu bahan mengawetkan (membalsem) mayat raja-raja di Mesir sebelum Masehi[6]. Jika dugaan ini benar, maka berarti kota bandar Barus ini sudah ada sejak 5.000 tahun SM. Perkiraan akhir itu, didasarkan pada temuan bahan pengawet dari berbagai mummy Fir'aun Mesir Kuno salah satu pengawetnya menggunakan kanper atau kapur Barus. Sejarawan era kemerdekaan Moh. Yamin, bahkan memperkirakan bahwa, perdagangan rempah-rempah dan tentu saja kamfer, sudah dilakukan pedagang Nusantara sejak 6.000 tahun lalu ke berbagai penjuru dunia.

Hasil penelitian Innis Miller terhadap naskah Historia Naturalis karya Plinius di abad pertama juga sudah menunjukkan bahwa, para pedagang Nusantara pun ternyata sudah menjajakan komoditas mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur sejak abad permulaan Masehi[7]. Sementara Prof. Kern[8] pernah menulis bahwa Kota “P’o-lu-chi” yang dimaksud I Tsing di abad ke-7, tidak lain dari Barus[9]. Seorang penyair Arab sebelum Islam, Amru al-Qais (meninggal tahun 530 Masehi), sangat memuji keharuman kafur dalam syair-syairnya[10].

Begitu pentingnya kota Barus ini—mungkin bisa disamakan dengan Paris pada abad modern yang terkenal dengan inovasi parfumnya—maka sejak zaman dulu dalam dunia dagang telah dikenal nama-nama Baros, Balus, Pansur, Fansur, Pansuri[11], Kalasaputra[12], Karpura-dwipa, Barusai, Waru-saka dan lain-lain.

Dan tentu, seperti kata pepatah, ada gula ada semut. Pesona kapur barus dari selatan ini menggoda banyak pendatang. Sebagaimana dicatatan Ptolomaios, selain para penjelajah dari Yunani, juga datang pedagang dari Venesia, India, Arab dan Tiongkok. Selain itu, sekelompok penyebar ajaran Kristen Sekte Nestorian dari Konstantinopel, pusat Kerajaan Byzantium Timur, juga menjejakkan kakinya di Barus. Kelompok itu diperkirakan datang sekira tahun 600 M dan mendirikan gereja pertama di Desa Pancuran, Barus.

Dewan Gereja-gereja di Indonesia juga memercayai sejak tahun 645 Masehi di daerah Barus telah masuk umat Kristen dari sekte Nestorian. Keyakinan tersebut didasarkan pada buku kuno tulisan Shaikh Abu Salih al-Armini. Sementara itu, penjelajah dari Armenia Mabousahl mencatat bahwa pada abad ke-12 telah terdapat Gereja Nestorian.

Lalu datanglah para pedagang Arab memasuki Barus sekira 627-643 M atau sekitar tahun 1 Hijriah, dan menyebarkan agama Islam di daerah itu. Di antaranya Wahab bin Qabishah mendarat di Pulau Mursala pada 627 M. Ada juga utusan Khulafaur Rasyidin, bernama Syekh Ismail akan ke Samudera Pasai dan singgah di Barus, sekira tahun 634 M. Dan sejak itu pula, tercatat bangsa Arab (Islam) mendirikan koloni di Barus. Bangsa Arab menamakan Barus dengan sebutan Fansur atau Fansuri, misalnya oleh penulis Sulaiman pada 851 M dalam bukunya "Silsilatus Tawarikh."

Kedatangan bangsa Arab yang kemudian menyebarkan agama Islam itu juga disebutkan dalam berita-berita Cina, Hsin-Tang-shu[13] (Catatan Dinasti Tang, 618-907), dan Chu-fan-chi[14] (Catatan Negeri-negeri Asing) yang ditulis Chau Ju-kua pada tahun 1225. Di dalam dua kronik Cina itu banyak bercerita tentang Ta-shi, istilah Cina untuk menyebut Arab. (Chu-fan-chi menerangkan bahwa Ta-shi mempunyai seorang Buddha (maksudnya Nabi) yang bernama Ma-ha-mat (Muhammad). Dalam sehari mereka lima kali sembahyang, dan setiap tahun berpuasa selama sebulan penuh. Dinasti Ta-shi ada dua macam, yaitu white-robed Ta-shi (Arab berjubah putih) atau Pon-ni-mo-huan (Bani Marwan, atau Bani Umayyah), serta black-robed Ta-shi (Arab berjubah hitam) yang didirikan raja A-po-lo-pa (Abul-Abbas)[15]. Pada tahun 651 Masehi, raja Ta-shi (Arab) bernama Han-mi-mo-mi-ni mengirimkan utusan ke istana Cina[16]. Hampir dapat dipastikan bahwa nama Han-mi-mo-mi-ni dalam ucapan Cina ini adalah untuk Amir al-Mu’minin, gelar resmi para khalifah Islam, dan “raja Ta-shi” yang mengirimkan utusan itu adalah Khalifah `Utsman ibn Affan yang memerintah dari tahun 644 sampai 656. Hsin-Tang-shu mencatat bahwa pada tahun 674 terdapat pemukiman pedagang Ta-shi (Arab) di Po-lu-shih, daerah pantai barat Sumatera.[17]

Tentu, dapat dibayangkan betapa makmurnya kota Barus pada awal abad masehi ini, dengan penduduk yang sebagian besar terdiri atas kaum pedagang. Pertanyaannya kemudian, siapakah yang menggerakkan semua perdagangan hingga jauh ke negeri seberang itu?

Seorang bekas kontrolir Belanda, G.J.J. Deutz, sewaktu bertugas di Barus,[18] menulis bahwa menurut rakyat setempat di Desa Lobutua pernah didapat penduduk sebuah batu bertulis pada dua bagian. Tetapi sayang, batu itu pada tahun 1857 dipecahkan oleh Raja Barus bernama Mara Pangkat. Pada tahun 1872 Deutz banyak menemukan pecahan batu peninggalan zaman Hindu yang telah dilupakan orang, telah berlumut. Dan baru pada tahun 1932, prasasti itu diterjemahkan Profesor Nila-kanti Sastri dari Universitas Madras.[19]

Prasasti itu menyebutkan bahwa paling sedikit sejak abad ke-11, telah bermukim di kota Barus sebuah koloni bangsa Tamil. Menurut batu Lobutua itu, mereka tergabung dalam sebuah perusahaan bernama “kelompok 500″ yang tidak asing lagi bagi orang-orang India waktu itu. Perusahaan swasta yang mereka wakili, merupakan perusahaan dagang cukup kuat, merdeka dalam tindakan dan tidak gampang tunduk pada salah satu raja yang berkuasa di sekitar Barus. Mereka yang berdiam di Barus inilah yang membeli beberapa hasil dari rakyat—utamanya kapur barus—untuk diekspor ke luar negeri.

Menurut Gnillout Claude[20], Barus adalah sebuah kota kuno di pantai barat Propinsi Sumatera Utara yang terkenal di seluruh Asia, sejak lebih dari seribu tahun, berkat hasil hutannya. Selain itu, nama Barus juga muncul dalam sejarah peradaban Melayu dengan Hamzah Fansuri, penyair mistik terkenal yang baru-baru ini ditemukan kembali makamnya di Mekkah. Sementara itu, tim arkeolog dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Perancis bekerjasama dengan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya. Tim tersebut juga menemukan banyak benda-benda berkualitas tinggi yang usianya sudah ratusan dan bahkan ribuan tahun dan ini menandakan dahulu kala kehidupan di Barus itu sangatlah makmur.

Dan semua kemakmuran itu berkat aroma kapur barus yang diolah dari kayu kamfer. Hanya kini, komoditi yang begitu mempesona di masa silam itu, hingga konon juga dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi itu, kini sudah lama tidak lagi diproduksi

Di komplek makam Syekh Machmud yang tertata rapi dan terletak di Bukit Papan Tinggi dan memang betul-betul tinggi sehingga harus melewati 710 anak tangga ini, menggantung sebuah tulisan, “Beri Salam dan Alas Kaki dibuka.” Seakan mengakhiri sebuah kisah perjalanan sebuah kota bandar di tepian pantai barat Sumatra yang berabad lalu menjadi sebuah perkampungan multi-etnis yang penuh guyub, sarat daya tarik bagi para pedagang di hampir seluruh penjuru bumi, juga menjadi pintu masuknya berbagai peradaban dan agama-agama besar di bumi Nusantara itu kini telah sepi.**



[1] Barus telah disebut oleh Ptolomeus kira kira tahun 150 Masehi. (Kozok, 1991, 14)

[2] W. J. van der Meulen, “Suvarnadvipa and the Chryse Chersonesos”, Indonesia, 18, October 1974, h. 1

[3] Encyclopdeia van Nederlandsch Indie

[4] Ada tiga jenis kapur barus pada saat itu yaitu: Kapur barus dari Kalimantan dan Sumatera (Dryobalanops aromatica), Kapur barus dari China dan Jepang (Cinnamomum Camphora) yang banyak beredar dipasaran dan yang ketiga adalah Blumea balsami- fera, yang diproduksi di China dengan nama kapur barus Ngai. Harga dari kapur barus asal Sumatera ini kira-kira 138 kali lebih mahal dari kapur barus China dan Jepang. (Hobson-Jobson, Glossary of Anglo-Indian Words and Phares)

[5]Travel of Marco Polo,” Buku 3 Bab 9 dan Buku 2 Bab 8 by Marco Polo dan Rustichello of Pisa

[6] Sumatra Benzoe, Disertasi P.H. Brans

[7] J. Innis Miller, The Spice Trade of the Roman Empire, Oxford University Press, London, 1969, terutama Bab “The Cinnamon Route”

[8] Verspreide Geschriften No VI, halaman 15

[9] Po-lu-chi atau Po-lu-suo terkadang sering keliru diterjemahkan dalam text China dengan Bo-si atau Persia. Barus ini juga sering disebut sebagai Bon-cu, Bian-shu atau Bin-cuo. (Roderich Ptak, Possible Chinese Reference to the Barus Area (Ming to Tang) in Claude Guillot (ed.) Histoire de Barus, Sumatera: Le Site de Lobu Tua I, Etudes et Documents, Paris, Cahier d’Archipel 30, 1998, pp. 119-138)

[10] Oliver W. Wolters, Early Indonesian Commerce, Cornell University Press, Ithaca, New York, 1967, terutama Bab 8

[11] Dari Desa Pansur sedikit di utara Barus

[12] Dari kata Kalasan, daerah penghasil kapur barus antara Kota Barus dan Sungai Chenendang

[13] Diterjemahkan oleh Paul Pelliot, “Deux Itineraires de Chine en Inde a la Fin du VIIIe Siecle”, BEFEO, 4, 1904, hal. 132-413

[14] Diterjemahkan oleh Friedrich Hirth dan W. W. Rockhill, Chau Ju-kua: His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteenth Centuries, entitled CHU-FAN-CHI, Imperial Academy of Sciences, St.Petersburg, 1911

[15] Lihat: F. Hirth dan W.W.Rockhill, hh. 114-124

[16] Berita ini tercantum dalam kronik Tung-tien buku 193 nomor 22b. Lihat: F.Hirth dan W.W.Rockhill, h. 119

[17] Paul Pelliot, h. 297. Lihat juga W. P. Groeneveldt, Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled from Chinese Sources, Bhratara, Jakarta, cetak ulang 1960, h. 14.

[18] Barus, G.J.J. Deutz, Tijdschr No. 22 tahun 1875

[19] A Tamil Merchant-guild in Sumatera oleh Prof. N. Sastri dalam Tijdschr No 72 tahun 1932

[20] “Lobu Tua Sejarah Barus”, Obor, 2002

Minggu, 14 September 2008

Edisi : November 2007 (Majalah TNI-PATRIOT)
04-01-2008
Membangun Pertahanan Darat Yang Kuat di Wilayah Perbatasan RI -Malaysia
"Oleh Kapten Inf Polsan Situmorang, SE"

Kondisi geografis Indonesia menempatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada dua dimensi perbatasan yaitu daerah perbatasan perairan(Laut dan sungai) serta daerah perbatasan daratan. Kedua dimensi ini berbeda secara fisik tetapi pada hakekatnya mempunyai kepentingan yang sama yaitu terwujudnya kewibawaan bangsa dan Negara hal tersebut merupakan pencerminan dari tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan melalui pelaksanaan pembangunan secara terarah terpadu dan berkesinambungan.

Daerah perbatasan sebagai bagian terluar dari wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia, merupakan titik singgung secara fisik pertama dengan berbagai perubahan atau kejadian di negara tetangga, sehingga daerah perbatasan mempunyai resiko yang tinggi terhadap Perubahan atau pengaruh dari luar.

Kepentingan ideologi pasca perang dingin semakin surut, dan selanjutnya bergulir menjadi kepentingan ekonomi antar negara dengan saling ketergantungan yang tinggi. Pada kodisi ini kegiatan ekonomi dan perdagangan antar negara meningkat dengan cepat, sebagai akhirnya kegiatan pelintas batas baik yang tradisional maupun yang legal formal akan meningkat pula. Perkembangan tersebut memberikan peluang terjadinya kegiatan pelanggaran hukum, seperti penyeludupan, pencurian sumber kekayaan alam dan lain lain di wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Isu demokratisasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai muatan utama dalam era globalisasi, dapat mempengaruhi perubahan sikap dan pandangan masyarakat di daerah perbatasan berkaitan dengan hak dan kewajibannya dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak tertutup kemungkinan apabila saluran komunikasi politik tidak berfungsi dengan baik dan tingkat kesenjangan ekonomi yang dirasakan oleh warga perbatasan dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan warga perbatasan negara tetangga semakin tinggi, maka akan dapat mendorong sikap yang tidak akomodatif terhadap program atau kebijakan dari pemerintah pusat bahkan pada tingkat tertentu dapat berkembang menjadi konflik vertikal.

Kehidupan sosial budaya didaerah perbatasan Kalimantan–Sarawak pada umumnya berkembang lebih dinamis, mempunyai tingkat adaptasi yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan daerah perbatasan darat lain seperti di papua dan Timor leste. Kondisi ini mempunyai akselerasi lebih cepat karena terdapat kaitan kepentingan dibidang politik dan ekonomi dengan negara tetangga sehingga akumulasi dari hal tersebut mungkin dapat menyebabkan menurunnya kadar kesetiaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari berbagai hal yang terjadi akibat pengaruh perkembangan lingkungan strategis terhadap daerah perbatasan tersebut akibatnya adalah tingkat stabilitas politik dan keamanan akan menjadi rendah sehingga setiap permasalahan sekecil apapun yang muncul baik yang bersifat horizontal atau vertikal akan cepat berkembang dengan dimensi ruang dan waktu yang sulit di perhitungkan.

Akan tetapi dalam mengantisipasi kemungkinan ancaman yang timbul maka kelompok ancaman yang paling vital menjadi wewenang tugas dan tanggung jawab fungsi pertahanan negara. Dan pertahanan negara merupakan fungsi vital dari keamanan nasional yang berperan ketika damai berubah menjadi perang. Hakikat pertahanan negara ialah jaminan terhadap kehidupan negara. Suntzu mengatakan bahwa ” War is the matter of vital importance to the state” Sebagai fungsi Vital, pertahanan Negara haruslah dibangun dengn biaya berapapun untuk menjamin kehidupan negara, bagaikan asuransi jiwa negara dengan biaya mahal dan berlaku sepanjang masa.

Trend Perkembangan situasi

Sejarah membuktikan bahwa negara-negara yang secara geografis berbatasan langsung cenderung untuk mengalami konflik yang bahkan dapat menjadi perang terbuka, walaupun ras maupun suku yang sama contohnya seperti Pakistan dan India, Irak dan Iran, Korea Utara dan Korea Selatan, China dan Taiwan serta beberapa contoh lain. Kondisi yang demikian sesuai dengan pernyataan Niccolo Machiavelli ”Bahwa tidak ada kawan yang abadi yang ada hanya kepentingan yang abadi”. Kepentingan strategis Pertahanan Negara sebagai kekuatan dalam menegakan kedaulatan dan menjaga keutuhan wilayah NKRI memberikan dampak pada penyiapan kekuatan pertahanan wilayah darat, mengharuskan semua pihak untuk senantiasa merujuk pada ketentuan dan aturan yang ada guna mencari solusi terbaik dalam mengantisipasi dan menghadapi kemungkinan ancaman yang timbul.

Permasalahan perbatasan yang terjadi di hampir seluruh wilayah perbatasan antara Indonesia dengan negara tetangga pada dasarnya diawali oleh adanya peluang pemanfaatan Sumber Daya Alam yang tersedia di kawasan tersebut oleh kedua negara yang berbatasan oleh karena itu analisis untuk membangun daerah perbatasan selalu berawal dari aspek ekonomi yang akhirnya berdampak luas terhadap aspek Pertahanan dan Keamanan. Dalam hal ini penulis mengklasifikasikan bahwa ancaman yang timbul di daerah perbatasan Sarawak-Kalimantan dapat dibagi menjadi dua aspek

Pertama aspek Ekonomi. Efek negatif yang paling membahayakan dan merugikan pihak kita adalah bila kawasan perbatasan dirambah secara tidak terkendali oleh negara tetangga. Dalam kasus ini terjadi apa yang disebut Back wash effect dimana kekayaan Sumber Daya Alam kita dijarah oleh negara tetangga tanpa adanya suatu kompensasi dan kewajiban-kewajiban yang memadai. Penjarahan SDA sering diperburuk dengan adanya berbagai dampak negatif berupa kerusakan alam dan lingkungan maupun sosial yang secara langsung maupun tidak langsung diderita oleh negara kita akibat aktifitas produksi negara tetangga kejadian ini terjadi karena kawasan perbatasan disatu pihak terletak jauh dari pusat-pusat kegiatan suatu Negara, tetapi di pihak lain kawasan tersebut sangat dekat dengan infrastruktur negara tetangga. Rendahnya sistem sirkulasi wilayah kita menimbulkan tidak terkontrolnya kawasan dari berbagai gangguan ekploitasi dan perusakan; sebaliknya bagi negara tetangga yang kawasan perbatasannya telah maju kondisi ini akan semakin merangsang mereka untuk secara sengaja maupun tidak sengaja melakukan pelanggaran-pelanggaran teritorial seperti penggeseran patok bahkan sampai mengklaim suatu wilayah yang masih menjadi sengketa.

Pemanfaatan sumberdaya yang tidak bertanggungjawab ini tidak selalu dilakukan melalui pelangaran batas wilayah negara. Akan tetapi juga melalui teknologi yang tersedia, misalnya dengan membuat galian miring, mereka akan bisa mendapatkan deposit migas dan mineral negara tetangga. Pemanfaatan seperti ini biasanya sulit untuk di deteksi karena kegiatan yang terlihat berada di negara sendiri dan tidak terlihat adanya dampak di negara yang dirambah. Adapun pemanfaatan yang lebih parah adalah yang dilakukan melalui pelanggaran wilayah negara,dengan memanfaatkan kelemahan kontrol negara serta lemahnya kesadaran penduduk yang kondisi sosial ekonominya masih sangat rendah.

Kedua aspek Militer. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa telah terjadi ketegangan hubungan antara Indonesia dengan Negara tetangga. Terlihat dalam perselisihan kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan yang secara lihai dimenangkan oleh Negara tetangga, kemudian disusul dengan perselisihan Klaim Blok Ambalat oleh Malaysia yang sampai sekarang belum terselesaikan. Permasalahan perbatasan yang lain di Kalimantan barat dalam situasi terakhir ini muncul seperti perairan Gosong Niger, dan beberapa masalah batas darat seperti (Sei Buan/Gn Jagoi, Tj Datu, Gn Raya, dan Batu Aum) serta beberapa tempat di wilayah kalimantan timur seperti P Sebatik, S Simantipal dan S Sinapad. Untuk mencapai tujuan nasionalnya, Negara tetangga nampaknya memiliki kepentingan sendiri yang dapat berbenturan dengan kepentingan nasional Indonesia. Hal inilah yang mendasari bahwa pembangunan sistem pertahanan Darat yang kuat diwilayah Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga nampaknya sudah sangat mendesak diwujudkan dalam menghadapi kemungkinan yang paling buruk yaitu perang terbuka. George Eliot[1] mengatakan “diantara semua bentuk kesalahan, ramalan merupakan sesuatu hal yang paling tidak masuk akal dan picik karena merupakan salah satu pendekatan gambaran perang dimasa mendatang” akan tetapi tanpa ramalan dan pertimbangan bagaimana kita mampu mengantisipasi ancaman, konflik antar negara tidak timbul secara tiba-tiba selalu ada yang melatar belakanginya. Ramalan adalah salah satu upaya untuk mengetahui hakikat ancaman yang mungkin timbul apalagi telah didukung dengan fakta-fakta yang terjadi sehingga selalu siap dalam menghadapi ancaman yang mungkin terjadi ingat “bahwa Militer lebih baik siap tapi tidak digunakan daripada tidak siap pada saat digunakan”. Dengan melihat beberapa fakta-fakta yang terjadi dibawah ini sangat dimungkinkan bahwa pendapat Niccolo Machiavelli ”Bahwa tidak ada

kawan yang abadi yang ada hanya kepentingan yang abadi”, memang benar.

Melihat situasi wilayah perbatasan darat perlu diingat bahwa sejarah telah membuktikan negara yang berbatasan langsung sering terjadi konflik. Konflik perebutan Sipadan dan Ligitan oleh Negara tetangga, nampaknya bukanlah akhir dari perseteruan antara Indonesia dengan Negara tetangga, bahkan ini adalah awal yang baik bagi pihak Negara tetangga, karena sudah terlihat bahwa dunia internasional lebih memihak Negara tetangga ketika kasus tersebut dibawa ke Mahkamah Internasional. Dalam konflik Ambalat misalnya, terlihat dengan jelas bahwa, Negara tetangga tidak memiliki keraguan sedikitpun untuk mengklaim wilayah tersebut sebagai wilayahnya, bahkan tanpa ragu-ragu mengirimkan Armada Perangnya untuk mengintimidasi siapapun dari Indonesia yang berada di wilayah tersebut. Ini membuktikan bahwa Negara tetangga tidak pernah ragu untuk berperang dengan Indonesia.

Pemerintah Negara tetangga menginginkan agar penyelesaian sengketa apapun, terutama masalah perbatasan dengan RI, dilaksanakan melalui saluran diplomatik dengan harapan akan mengalami kebuntuan (dead lock) sehingga dapat dijadikan alasan untuk membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional, ini merupakan keunggulan yang dimiliki Negara tetangga karena sebagai anggota Negara Persemakmuran (Common wealth). Negara tetangga lebih berpengalaman dan lebih siap untuk mengkondisikan Mahkamah Internasional dengan segala potensi yang mereka miliki. Hal ini sudah terbukti dengan keberhasilannya atas sipadan dan ligitan. Pada saat ini mereka terlihat pasif sebenarnya adalah momen yang digunakan oleh mereka untuk mempersiapkan diri berlaga di Mahkamah Internasional.

Dengan pembangunan jalan raya kelas satu di sepanjang perbatasan Indonesia dan Negara tetangga, membuktikan bahwa pemerintah Negara tetangga medukung sepenuhnya pengambilan sumber daya alam hutan di Kalimantan oleh pengusaha-pengusaha Negara tetangga yang sudah berjalan cukup lama. Pihak indonesia telah berkali-kali mengajukan komplain terkait sikap negara tetangga yang melegalkan kayu illegal dari Indonesia, setiap ada pertemuan KK Sosek malindo yang di bentuk tanggal 23 Mei 1985. Tetapi pihak mereka tetap menolak,dengan dalih lembaga resmi yang mengurus masalah kehutanan,tidak terlibat dalam KK Sosek malindo[2]. Disamping itu dari aspek Militer tentu sangat menguntungkan sekali bagi pihak Militer karena disamping pemanfaatan hutan tersebut jalan-jalan tersebut nantinya akan sangat penting untuk digunakan dalam patroli di daerah perbatasan mereka dan kepentingan militer lainnya.

Dalam menangani masalah penganiayaan TKI oleh warganya, pemerintah Negara tetangga terlihat sangat tidak serius dan tidak pernah tuntas. Negara tetangga pada setiap kesempatan selalu menempatkan bangsa Indonesia sebagai bangsa serumpun dan bersaudara, tetapi pada kenyataannya TKI yang bekerja di Negara tetangga sebagia besar mendapat perlakuan yang tidak wajar, dianiaya bahkan ada yang sampai meninggal.

Dalam hal menjaga stabilitas keamanan di wilayah selat Malaka, Negara tetangga selalu berdalih sebagai wujud kebersamaan dalam keikutsertaannya. Namun pada kenyataannya Negara tetangga ingin merebut dan menguasai wilayah laut di kawasan selat Malaka. Fakta membuktikan bahwa AL Negara tetangga selalu mengganggu dan mengusir setiap nelayan Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah tersebut yang diklaim milik Negara tetangga, namun pada kenyataan nelayan tersebut masih berada di wilayah laut Indonesia.

Dalam pembangunan kekuatan militer negara tetangga saat ini sangat aktif dalam memperkuat pembangunan pertahanannya. Pembentukan 1 Divisi dipimpin seorang Perwira berpangkat Letnan Jenderal ditambah dengan 1 Brigade Askar Wataniah di wilayah Sarawak tentu merupakan suatu pertimbangan yang matang dari negara tersebut untuk mengantisipasi segala kemungkinan bentuk ancaman yang mungkin timbul di daerah perbatasan kedua negara. Demikian juga dengan pengamanan wilayah mereka menyiapkan squadron udara yang modern, bandingkan dengan Indonesia yang hanya menggunakan helycopter dengan kemampuan yg sangat terbatas dan 1 squadron HS Hawk di supadio pontianak. Bentuk pertahanan yang disusun secara mendalam juga telah lama diterapkan negara tersebut dalam membangun sistem pertahanannya dengan menyusun penempatan-penempatan satuan-satuannya mulai dari unsur Peleton dan Kompi di garis depan (dekat perbatasan) dan Batalyon, Brigade dan Divisi di garis belakang sehingga harus kita akui dalam penyusunan satuan mereka lebih siap hal ini juga sangat di di dukung oleh pembangunan infrastruktur yang sangat lengkap di sepanjang garis perbatasan sehingga pergerakan pasukan dan perkuatan(reinforce) dari Divisi dan Brigade kedaerah perbatasan dapat dilaksanakan dalam hitungan jam bahkan menit. Bandingkanlah dengan penempatan pasukan kita didaerah perbatasan dengan sistem pos-pos dimana terdapat 22 pos diwilayah kalimantan barat termasuk 2 pos gabungan dan 9 pos baru yang sedang dalam tahap pembangunan serta 19 pos di wilayah kalimantan timur dengan panjang perbatasan 1857 km yang dijaga oleh 2 batalyon penugasan. Dalam suatu perang Komando dan pengendalian (command and control)serta waktu (time) adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam memenangkan pertempuran hal ini nampaknya telah lama menjadi pertimbangan negara tetangga sehingga dalam hitungan jam maka perkuatan (reinforce) ke daerah perbatasan akan dapat digerakkan dari Brigade dan Divisi yang ada di Kucing. Hal ini penulis sampaikan karena dalam suatu acara pada kunjungan Panglima Divisi wilayah sarawak ke camp gabungan Lubok Antu Malaysia tanpa sengaja penulis melihat bahan paparan Danyonif 13 RAMD (Resimen Askar Melayu Darat) kepada Raja Muda Perlis. Bandingkan dengan kita bahkan pengendalian dari Yon ke kompi-kompi sangat sulit karena penempatan pasukan yang terpecah-pecah di pos-pos sepanjang perbatasan apalagi untuk perkuatan(reinforce) dari satuan yang lebih tinggi mungkin butuh waktu berminggu-minggu.

Pembangunan Pertahanan Darat

Dalam kondisi internasional dewasa ini hubungan antar negara tetap dilandasi kekuatan dan kewibawaan,sedangkan kerjasama yang erat dan lancar ditentukan oleh daya saing suatu bangsa,bukan oleh kebaikan hati. Oleh sebab itu bangsa Indonesia pun harus menjadi kuat dan berwibawa sehingga dapat menjalankan perannya yang efektif dan maksimal.

Pembangunan pertahanan Negara yang kuat dan efektif sebagai inti daya tangkal bangsa merupakan kewajiban yang amat penting untuk mewujudkan kekuatan dan kewibawaan itu. Kondisi keamanan negara yang tecipta tidak lepas pula dengan pembangunan kesejahteraan bangsa dalam berbagai aspeknya,seperti pembangunan ekonomi mengurangi kemiskinan, penyelenggaraan pendidikan nasional yang mencerdaskan kehidupan bangsa dan penegakan hukum sehingga lambat laun akan terujud negara RI yang menjadi kebanggaan bagi rakyat Indonesia.

Pertahanan negara adalah merupakan inti daya tangkal bangsa yang pada hakekatnya adalah upaya total bangsa Indonesia yang mengintegrasikan segenap potensi dan kekuatan nasional dalam wujud pertahanan rakyat semesta. Seluruh potensi nasional disusun dalam satu tatanan yang terencana dan terpadu. Pengerahan seluruh kemampuan dan kekuatan nasional tersebut pada dasarnya adalah pemanfaatan seluruh sumber daya nasional dalam tatanan sishanrata yang bercirikan kerakyatan, kewilayahan dan kesemestaan. Ciri tersebut harus mampu diwujudkan secara selaras, serasi dan seimbang tanpa harus mengabaikan ciri khusus kewilayahan masing-masing.

Sebagai bagian dari pertahanan negara, Pertahanan darat harus selalu dipersiapkan dan dilaksanakan tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidaknya ancaman karena menyelenggarakan pertahanan memerlukan waktu yang cukup lama bila dibandingkan dengan dinamika kehidupan berbangsa yang dapat memungkinkan munculnya ancaman setiap saat disamping itu seperti telah disebutkan diatas bahwa salah satu prinsip Tentara lebih baik siap pada saat tidak perang darpada tidak siap saat perang terjadi. Akan tetapi kenyataannya penyelenggaraan RUTR wilayah pertahanan darat saat ini kurang mendapat perhatian dan seakan-akan tenggelam oleh pengaruh dan perkembangan lingkungan strategi yang sedang popular,khususnya dihadapkan dengan pemberlakuan Undang-Undang otonomi Daerah

Strategi dan Konsep.

Dari uraian diatas serta beberapa kejadian yang telah terjadi kita harus mampu membuat suatu ramalan bahwa kemungkinan konflik yang lebih serius akan mungkin terjadi namun bersifat terbatas. Ramalan beberapa pengamat Militer mengenai kemungkinan tidak akan adanya invasi dari luar untuk sepuluh tahun kedepan perlu ditinjau kembali menurut hemat penulis bahwa invasi yang mereka maksud adalah invasi secara menyeluruh mereka lupa meramalkan bahwa invasi terbatas telah mengancam setiap waktu sehingga hilanglah sipadan dan ligitan. Demikian pula dengan klaim sepihak atas Blok Ambalat Negara tetangga nampaknya akan tetap berupaya untuk mendapatkannya. Sebagai gambaran Penulis dapat menggambarkan bahwa beberapa negara yang berbatasan langsung yang bertikai bukanlah disebabkan oleh keinginan untuk menginvasi negara lain akan tetapi diawali dengan adanya peluang pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia di wilayah tersebut dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan hukum yang ada. Hal ini sudah terbukti dengan hilangnya sipadan dan ligitan serta klaim atas ambalat serta beberapa daerah yang masih dalam sengketa bukan kah itu merupakan suatu bentuk invasi terbatas? Apalagi kawasan perbatasan darat RI-Malaysia umumnya merupakan kawasan yang jauh dari pusat-pusat perkembangan(hinterland) dimana sumberdayanya relatif masih banyak tersedia dan masih banyak permasalahan perbatasan yang belum tuntas. Sehingga strategy yang yang mungkin digunakan dalam mengantisipasi ini adalah strategi yang sedikit berbeda tanpa meninggalkan sistem pertahanan rakyat semesta yang telah menjadi doktrin kita. Artinya bahwa dalam menghadapi kemungkinan ancaman yang akan terjadi, maka diperlukan pengembangan kekuatan pertahanan darat dan satuan yang mampu menciptakan suatu kondisi ketahanan wilayah yang tangguh dan dinamis dalam menghadapi setiap kemungkinan ancaman yang akan datang, yang didukung oleh sarana dan prasarana serta Alutsista yang memadai serta pembangunan satuan-satuan baru di daerah perbatasan agar terbentuk kekuatan pertahanan darat yang tangguh.

Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam pembangunan pertahanan yang tangguh tidak akan lepas dari berbagai aspek yang saling terkait mulai dari aspek geografi,Demografi,Sumber Daya Alam, Ideologi, politik, Ekonomi, Sosial budaya dan Militer sesuai dengan sistem pertahanan rakyat semesta yang menjadi pedoman kita akan tetapi dalam tulisan ini penulis hanya lebih memfokuskan pada aspek pembangunan Militer di Wilayah perbatasan.

Kemungkinan ancaman muncul di wilayah Kalimantan Barat sangatlah beralasan dengan beberapa fakta diatas telah mengancam kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI. Secara organisasi satuan TNI-AD yang berada di Kalimantan yang terdiri dari Satpur, Satbanpur, Satkowil dan Satbanmin belum mampu mengatasi ancaman militer dari negara luar dalam hal ini dari Negara tetangga apabila dihadapkan dengan luas dan panjangnya wilayah perbatasan Kalimantan. Untuk itu pengembangan dan penambahan kekuatan pertahanan matra darat yang ideal di Kalimantan Barat perlu dilakukan.

Penempatan pasukan didaerah perbatasan saat ini dengan sistem pos-pos dimana terdapat 22 pos diwilayah kalimantan barat termasuk 2 pos gabungan dan renana pembangunan 9 pos baru yang sedang berjalan dan 19 pos di wilayah kalimantan timur yang tergelar disepanjang garis perbatasan dengan panjang perbatasan 1857 km yang dijaga oleh 2 batalyon penugasan nampaknya perlu di kaji kembali, karena dengan sistem pasukan yang tersebar disepanjang garis perbatasan sangat sulit dalam komando dan pengendalian (command and control), demikian juga dari segi kemampuan bertahan dengan sistem pos-pos yang diisi oleh ± 20 s/d 30 personil dan keterbatasan nya, maka bilamana terjadi kontijensi tidak akan mampu berbuat banyak. Sehingga alangkah lebih baiknya bilamana kedepan hendaknya di bangun satuan-satuan baru yang lebih mendekat ke daerah perbatasan khususnya satuan setingkat kompi. Pembangunan yonif 644/Walet Cakti di kabupaten kapuas hulu yg secara organik berada dibawah Brigif 19/KTW sudah sangat strategis akan tetapi alangkah lebih baik lagi bilamana salah satu atau dua kompi-kompinya berada di Kec Badau yang berbatasan langsung dengan Lubok antu(Malaysia). Sehingga kedepan perbatasan diwilayah ini cukub dijaga oleh satuan organik setempat sebagaimana yang dilakukan oleh negara tetangga. Bila memungkinkan satuan banpur juga perlu di tempatkan 1 kompi ditempat-tempat strategis seperti di entikong, badau dan di sebatik. Karena batalyon organik akan lebih mampu menyatu dengan masyarakat setempat dalam membangun sistem pertahanan semesta disamping itu akan menimbulkan suatu effek psikologis pada negara tetangga seperti apa yang pernah disampaikan Suntzu ( It is better to attack the enemy’s in mind than to attack his fortified cities’).[3]

Dalam mengimbangi satuan negara tetangga di wilayah sarawak dan sabah yang terdiri dari 1 Divisi tempur pengembangan satuan baru perlu segera direalisasikan dengan membentuk satu Brigade Infanteri Baru diwilayah kalimantan timur sehingga perimbangan antara Wilayah Kalimantan barat dan timur tidak terlalu timpang. Disamping itu struktur komando dan pengendalian satgas yang selama ini berada ditangan Danrem sebaiknya berada langsung di tangan Danbrigif selaku atasan langsung batalyon yang melaksanakan penugasan dan bertanggung jawab langsung kepada Panglima, hal ini sangat penting untuk efektivitas comando dan pengendalian pasukan serta memperpendek jalur-jalur hirarki bilamana terjadi kontijensi. Dalam konsep The future war dikatakan The pace of future battle will be so swift that there will be no time to revert to the rear headquarters all the time for instruction and advise[4] artinya dalam situasi perang kedepan command and control serta waktu menjadi dua hal yang sangat penting dalam memenangkan suatu perang dikatakan pula bahwa dua pendekatan yang sangat mungkin bagi perang kedepan yaitu Centralized command and centralized Control atau Centralized Command and Decentralized Control[5] hal ini adalah untuk kecepatan/ketepatan waktu dan mengurangi jalur-jalur rantai komando yang terlalu panjang.

Kekuatan militer tidak lepas dari pemanfaatan teknologi Militer. Dalam perang kedepan peranan teknologi militer telah mampu merubah doktrin dan konsep perang, dengan demikian perlu modernisasi Alutista bagi satuan yang berada diwilayah perbatasan nantinya pada saat sekarang ini wilayah perbatasan di Kalimantan sepertinya terabaikan akan hal ini dapat kita lihat bahwa satuan yang berada di wilayah perbatasan masih penuh dengan keterbatasan seperti alat transportasi(Truk Militer) alat optik GPS termasuk Pentingnya modernisasi senjata organik. Padahal sebagaimana kita ketahui bahwa dalam era RMA (Revolution in Military Affairs) saat ini peranan tekhnologi telah berdampak pada Doktrin dan konsep pada Angkatan bersenjata masing-masing Negara.

Perang pada dasarnya telah dimulai jauh sebelum perang itu terjadi, dengan kata lain Justru dimasa damai Militer harus selalu siap untuk berperang dan menang adalah suatu tujuan. Namun demikian bukan berarti kita mencari musuh akan tetapi kita harus mampu membuat ramalan-ramalan tentang konflik yang mungkin terjadi dimasa depan dan upaya mengatasinya. Peranan intelijen dalam hal ini menjadi sangat penting Untuk itulah bahwa di daerah perbatasan perlu pembangunan beberapa unit radar yang berfungsi untuk mengawasi atau mengkaver daerah perbatasan dari kegiatan-kegiatan udara pesawat tempur Negara tetangga maupun pesawat tempur negara lain. Demikian juga dengan sistem penyadap yang mampu membaca kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh negara tetangga tentang perbatasan nampaknya sudah sangat perlu dipikirkan oleh pengambil kebijakan ditingkat atas.

Konsep pengembangan daerah latihan. Daerah latihan juga perlu di kaji secara mendalam sebagai kekayaan milik Departemen Pertahanan daerah ini secara sah memiliki kekuatan hukum yang tetap menjadi aset Departemen Pertahanan, sehingga dapat digunakan setiap saat untuk kepentingan latihan tanpa adanya ancaman resiko kerugian terhadap lingkungan khususnya penduduk dan sumber daya alam. sehingga dirasakan perlunya pengembangan daerah latihan di Wilayah perbatasan karena medan yang dipakai untuk latihan diharapkan akan menjadi daerah yang akan digunakan untuk pertempuran. untuk Pemeliharaan daerah latihan dipertanggung jawabkan kepada Komando Kewilayahan setempat.

Dari uraian itu dapat disimpulkan bahwa dalam menyiapkan suatu sistem Pertahanan darat Militer perlu kiranya meramalkan kemungkinan-kemungkinan situasi yang mungkin akan terjadi pada masa mendatang sesuai dengan hakikat ancaman dan kondisi geograpis negara kita, secara khusus di wilayah perbatasan Sarawak-Kalimantan sehingga diharapkan selalu siap dalam menghadapi segala bentuk ancaman yang mungkin timbul(perang) tidak dapat dipungkiri bahwa Militer yang kuat adalah salah satu bentuk diplomasi politik dalam menjaga wibawa negara. Kedepan TNI akan tetap merupakan jaminan terhadap setiap bentuk ancaman yang bersifat potensial yang mengancam stabilitas nasional oleh sebab itu pembangunan dan penyiapan pertahanan haruslah disiapkan sedini mungkin melalui penataan personil dan materiil termasuk pembangunan beberapa satuan baru di tempat-tempat yang strategis di wilayah perbatasan sehingga tersusun suatu susunan Pasukan yang mendalam.

Militer akan tetap merupakan koponen penting dalam keamanan Nasional untuk itulah berbagai langkah telah dilakukan oleh instansi TNI AD dalam upaya penyiapan system pertahanan Darat yang tangguh, namun secara nyata belum dapat terselenggara dengan memadai, Keterbatasan Dana dalam pemenuhan Alutista menjadi suatu kendala, akan tetapi perlu kiranya dibuat suatu prioritas penggunaan tekhnologi militer di wilayah perbatasan sesuai kondisi geografis dan hakekat ancaman sehingga selalu siap dalam menghadapi segala kemungkinan ancaman yang dapat timbul demikian pula dengan perlunya pembangunan satuan-satuan baru di daerah perbatasan untuk membangun satu strategi baru dalam membangun pertahanan darat di wilayah perbatasan

Untuk penyusunan RUTR wilayah pertahanan darat harus dapat disiapkan bersama secara terpadu dan merupakan suatu program yang berkelanjutan dan berkesinambungan dalam kaitannya dengan hakekat ancaman yang timbul khususnya di wilayah perbatasan Sarawak- Kalimantan, penyiapan ini didasari pula dengan upaya negara tetangga dalam meningkatkan kemampuan Militernya baik dari peningkatan jumlah personil maupun materiil.



*Penulis saat ini sedang bertugas di daerah perbatasan RI-Malaysia dan telah menulis beberapa artikel dgn judul Peran TNI dalam mengatasi Terorisme, Perubahan dan tantangan serta Peran Kodim dalam Menjaga Kemanunggalan TNI-Rakyat

0 komentar: