Heritage Intelligence

Mendengar intelijen ingatan langsung tertuju kepada James Bond 007, CIA, KGB, dan Mossad. Institusi intelijen Negara yang bekerja dalam ketertutupan dan menyeramkan seperti kisah Victor Ostrovsky atau novel Body of Lies karya David Ignatius. Intelijen Benda Cagar Budaya (Heritage Intelligence) bukan merupakan pengenjawantahan dari Lembaga Intelijen Negara, melainkan pekerjaan penelitian dan pendokumentasian tentang keberadaan benda cagar budaya yang ada di Indonesia. Banyaknya peninggalan kekayaan artefak sejarah yang telah lenyap atau musnah, sehingga menciptakan kerugian besar hampir disetiap sektor baik dari Ilmu pengetahuan, sosial-budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan Negara.
Ketidak berdayaan pembuktian kekayaan dan kerugian Negara tentang peninggalan sejarah, yang telah hilang maupun masih ada merupakan 'titik lemah' untuk dapat menjelaskan dan mempertanggung jawabkan kepada publik.
Sebagaimana contoh hancurnya bangunan di proklamasi, dimana potret nyata detik-detik bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Pertanyaan kerugian apa saja yang diciptakan dari kehancuran bangunan proklamasi tersebut? Ternyata ketika di 'bedah' anatominya sungguh membuat kepala cekot-cekot, dari sisi Ilmu pengetahuan bukti nyata keberadaan fisik bangunan sudah tidak ada. Di dalam ranah berbeda seperti contoh ketika pulau Sipadan dan Ligitan diakui oleh Mahkamah Internasional di Belanda, fisik bangunan yang terdapat dikedua pulau tersebut adalah milik Malaysia. Pada akhirnya secara de jure maupun de fakto pulau Sipadan dan Ligitan milik sah Malaysia.
Terperanjat bahwa eksistensi fisik bangunan bukan persoalan sederhana, cara pandang melihat fisik bangunan selama ini hanya dilihat dari 'kaca mata kuda' yang melulu diukur dari perspektif estetika dan ekonomis semata. Padahal sebuah bangunan diciptakan melampaui tapal batas estetika dan ekonomi, sebagaimana masyarakat Jawa membangun rumah Panggang pe Ceregancet mirip dengan jasad hidup yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan penghuninya.

Database Benda Cagar Budaya

Film petualangan Indiana Jones, National Treasure, dan Da Vinci Code, membuat adrenalin penonton terpacu. Kecerdasan mengumpulkan serpihan informasi yang tercecer, sehingga teka-teki dapat terpecahkan dan disusun ulang. Sungguh sebuah inspirasi. Tersebar dan terseraknya artefak benda cagar budaya dari berbagai wujud, baik dari sisa-sisa peninggalan kerajaan Nusantara sampai peninggalan kolonial. Sampai saat ini masih dalam 'terawangan' sebagai analogi berjalan dikegelapan tanpa cahaya. Keberadaan UU.No.5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya dan UU.No.26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang masih dalam tahap konsepsional, belum memasuki 'ranah' operasional di dalam pelestarian benda cagar budaya. Inventarisasi pendokumentasiaan sebagai database keberadaan benda cagar budaya dari berbagai ragam bentuk, sampai saat ini masih belum dapat direalisasikan. Padahal database tersebut merupakan 'peta hidup' sebagai alat deteksi dini, perihal kelangsungan pelestarian benda cagar budaya di Indonesia. Karena bila terwujud pendokumentasian tersebut, publik dapat mengetahui dan menjaga pelestarian dari benda cagar budaya yang dilindungi oleh Negara. Fungsi database dapat memberikan suguhan informasi, berapa jumlah benda cagar budaya yang dimiliki seperti Gedung, Benteng, Rumah, Masjid, Gereja, Vihara, Pusaka dan lain sebagainya. Dengan adanya informasi keberadaan artefak sejarah ini, penghancuran dan pencurian dapat maksimal dihindari.
Pendokumentasian mempunyai peran ganda di satu sisi dapat menjadi alat kontrol, disisi lain merupakan alat sosialisasi dari Undang-Undang tentang Benda Cagar Budaya yang murah dan efektif kepada warga Negara.

Benda Cagar Budaya dan Keamanan Nasional

Perjuangan panjang Vasco da Gama (1497-1499) mencapai India melalui Tanjung Harapan telah berhasil gilang gemilang, dari keberhasilan ini maka terbuka lebar pintu masuk pelayaran bangsa Eropa ke Asia. Setelah Tanjung Harapan ditundukkan, kini giliran Melaka dikuasai Portugal (1511).
Di dalam kurun waktu 11 tahun tepatnya pada tahun 1522 ekspedisi Ferdinand Magellan dari Spanyol berhasil mencapai Maluku, selisih waktu 57 tahun (1522-1579) Francis Drake dari Inggris datang menyusul ke kewilayah 'surga rempah-rempah' Maluku. Berawal dari rempah-rempah nafsu serakah untuk menguasai dalam wajah kolonialisme tertancap di bumi Maluku, gesekan kepentingan untuk saling menguasai antara Portugal dan Spanyol di Maluku pada abad XVI tidak dapat terhindarkan. Maka keluar perjanjian Tordesillas (1494) dan menyusul perjanjian Saragossa (1527) antara Spanyol dan Portugal. Hal hasil dari perjanjian tersebut Portugal dapat menguasai Maluku.
Kilasan sejarah tersebut merupakan 'rekam jejak' kolonialisme pertama kali hadir di bumi jamrud khatulistiwa, taktik dan strategi kolonial di dalam melakukan infiltrasi sampai menuju invasi dapat ketahui. Fakta penjajahan dapat ditelusuri melalui artefak seperti Benteng Victoria (1605) yang dibangun Portugal di Maluku, berfungsi sebagai benteng pertahanan. Juga Benteng Oranje (1607) di Ternate yang dibangun oleh Cornelis Matelief de Jonge (Belanda). Benteng ini pernah dijadikan pusat pemerintahan tertinggi Hindia Belanda (Gubernur Jenderal) Pieter Both, Herald Reynst, Laurenz Reaal, dan Jan Pieterszoon Coen.
Dari Benteng pertahanan sampai rute perjalanan alur laut kolonial memasuki Nusantara, sebagaimana diketemukannya beberapa artefak kapal laut kolonial yang karam di dasar laut. Dan legitimasi Mahkamah Internasional tentang batas kedaulatan wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI), mengacu pada peninggalan tanah jajahan Belanda. Dengan demikian 'patok batas' secara fisik peninggalan Belanda, kedepan menjadi sesuatu yang vital di dalam pembuktian wilayah kedaulatan Negara.
Walaupun bukan konteks benda cagar budaya, tetapi masih dalam 'satu tarikan nafas' peristiwa dikuasainya Pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia, karena lemahnya bukti otentik di Mahkamah Internasional. Merupakan pertanda urgensinya fisik bangunan dalam wilayah hukum Internasional. Serta perluasan pembangunan fisik didaratan Singapura melalui 'pasir laut', hampir saja mencaplok kedaulatan Indonesia khususnya pulau Nipa dan pulau lainnya disekitar wilayah propinsi kepulauan Riau. Satu lagi peristiwa penghancuran taman didepan stasiun Beos kota, dimana wilayah itu merupakan 'ring satu' zona benda cagar budaya. Kepentingan bisnis lebih penting daripada keamanan. Pembangunan shelter busway dan terowongan untuk pedestrian mengakibatkan dampak buruk bagi bangunan tua disekitarnya. Tercatat sedikitnya empat bangunan tua yang langsung terkena dampak negative yang diakibatkan dewatering saat pembangunan terowongan tersebut, keseimbangan air tanah disekitar lokasi terganggu. Dan keempat bangunan tua mengalami penurunan pondasi, dan dampak negatif apa yang akan tercipta kedepan? Tidak ada yang dapat mengatahui dan diperlukan kajian mendalam. Sampai saat ini kejelasan tentang barang sitaan Negara dari hasil penangkapan eksplorasi kapal VOC yang karam secara illegal, berapa jumlah dan nilai harta karun tersebut dan disimpan dimana masih dalam misteri.
Saksi bisu benda cagar budaya ternyata faktual dapat 'berbunyi' dan berkata jujur tanpa ada rekayasa maupun kebohongan.

Intelijen Benda Cagar Budaya (Heritage Intelligence)

Cegah tangkal di dalam pelestarian benda cagar budaya sudah waktunya diperkuat, perhitungan secara matematis tentang kekayaan 'adi luhung' bangsa Indonesia belum dapat direalisasikan. Kemampuan IPTEK di dalam kalkulasi sumber daya alam (SDA) kekayaan laut sudah dapat dihandalkan di negri kepulauan ini, padahal dahulu sebelum teori tersebut ada masih merupakan sesuatu yang 'ghaib' diwilayah alam bawah sadar. Sosok manusia dapat terbang Gatot Kaca yang hanya ada dalam cerita pewayangan, tersentak bahwa cerita itu bukan mitos melainkan teknos dengan kemampuan di dalam rekayasa teknologi kapal terbang (Dirgantara Indonesia).
Eksistensi heritage intelligence di dalam melakukan penelitian dan pendokumentasian, serta dapat juga melakukan 'audit' benda cagar budaya, merupakan pemecah dari kebekuan dan kerapuhan mengatasi permasalahan benda cagar budaya. Generasi kedepan perlu diberikan 'menu' visualitas bukan virtualitas. Melalaui intelijen benda cagar budaya sesuatu yang absurd menjadi rasional, investigasi tapak tilas untuk dapat mengumpulkan kembali serpihan sejarah yang tercecer dan hilang. Seperti analogi menjahit pakaian yang sudah usang termakan jaman, memerlukan sentuhan ketekunan penjahit handal. Semoga.***

BAROUSAI, BARUS, ATAU FANSUR: KISAH CEMERLANG DARI BERIBU TAHUN SILAM

BAROUSAI, BARUS, ATAU FANSUR:

KISAH CEMERLANG DARI BERIBU TAHUN SILAM

Kota bandar di tepian pantai barat Sumatra yang berabad lalu menjadi sebuah perkampungan multi-etnis yang penuh guyub, sarat daya tarik bagi para pedagang di hampir seluruh penjuru bumi, juga menjadi pintu masuknya berbagai peradaban dan agama-agama besar di bumi Nusantara itu kini telah sepi.

BARUS saat ini hanya sebuah ibukota Kecamatan, di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Posisinya berada di pinggir pantai barat Sumatera, sekitar 60 km sebelah utara Sibolga, atau sekitar 414 km dari Medan. Tidak ada yang istimewa. Begitu juga dengan Desa Lobutua, sekitar 4 km ke arah barat dari Barus. Juga layaknya sebuah desa, sepi. Meskipun sesekali para peziarah datang silih-berganti, menapaki sejarah sebuah kota banda yang jauh di awal abad masehi pernah begitu cemerlang dan menggemparkan sekujur bumi.

Dan boleh jadi, Barus adalah satu-satunya kota yang tercatat di dalam buku yang terbit di awal masehi, sehingga menempatkannya sebagai kota tertua di bumi Nusantara. Adalah Claudius Ptolomaios[1], seorang geograf Yunani yang dalam bukunya dari abad ke dua Masehi, Geographike Hyphegesis menuliskan nama negeri Barousai di Chryse Chora (Pulau Emas) yang antara lain oleh van der Meulen disimpulkan sebagai Sumatra[2].

Tapi apa gerangan yang menjadikan kota bandar ini begitu mempesona orang Yunani, China, India, dan bahkan juga para Pharao di Mesir kuno?

Jawabnya tak lain adalah kapur barus (bhs Belanda: kamfer, dan mungkin dari kata kapur yang diucapkan kofur oleh bangsa Arab).[3] Konon, kapur barus asal kota barus inilah yang paling banyak dicari karena kualitasnya yang terbaik, paling laku dan harganya kurang lebih 8 kali lebih mahal daripada kapur-kapur barus asal tempat lain[4]. Dalam catatan pelancong Italia, Marco Polo bahkan disebutkan bahwa, harga kapur barus kala itu setara dengan harga emas dengan berat yang sama[5].

Seorang Belanda pernah menulis bahwa kemenyan dari Barus, telah dipakai sebagai salah satu bahan mengawetkan (membalsem) mayat raja-raja di Mesir sebelum Masehi[6]. Jika dugaan ini benar, maka berarti kota bandar Barus ini sudah ada sejak 5.000 tahun SM. Perkiraan akhir itu, didasarkan pada temuan bahan pengawet dari berbagai mummy Fir'aun Mesir Kuno salah satu pengawetnya menggunakan kanper atau kapur Barus. Sejarawan era kemerdekaan Moh. Yamin, bahkan memperkirakan bahwa, perdagangan rempah-rempah dan tentu saja kamfer, sudah dilakukan pedagang Nusantara sejak 6.000 tahun lalu ke berbagai penjuru dunia.

Hasil penelitian Innis Miller terhadap naskah Historia Naturalis karya Plinius di abad pertama juga sudah menunjukkan bahwa, para pedagang Nusantara pun ternyata sudah menjajakan komoditas mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur sejak abad permulaan Masehi[7]. Sementara Prof. Kern[8] pernah menulis bahwa Kota “P’o-lu-chi” yang dimaksud I Tsing di abad ke-7, tidak lain dari Barus[9]. Seorang penyair Arab sebelum Islam, Amru al-Qais (meninggal tahun 530 Masehi), sangat memuji keharuman kafur dalam syair-syairnya[10].

Begitu pentingnya kota Barus ini—mungkin bisa disamakan dengan Paris pada abad modern yang terkenal dengan inovasi parfumnya—maka sejak zaman dulu dalam dunia dagang telah dikenal nama-nama Baros, Balus, Pansur, Fansur, Pansuri[11], Kalasaputra[12], Karpura-dwipa, Barusai, Waru-saka dan lain-lain.

Dan tentu, seperti kata pepatah, ada gula ada semut. Pesona kapur barus dari selatan ini menggoda banyak pendatang. Sebagaimana dicatatan Ptolomaios, selain para penjelajah dari Yunani, juga datang pedagang dari Venesia, India, Arab dan Tiongkok. Selain itu, sekelompok penyebar ajaran Kristen Sekte Nestorian dari Konstantinopel, pusat Kerajaan Byzantium Timur, juga menjejakkan kakinya di Barus. Kelompok itu diperkirakan datang sekira tahun 600 M dan mendirikan gereja pertama di Desa Pancuran, Barus.

Dewan Gereja-gereja di Indonesia juga memercayai sejak tahun 645 Masehi di daerah Barus telah masuk umat Kristen dari sekte Nestorian. Keyakinan tersebut didasarkan pada buku kuno tulisan Shaikh Abu Salih al-Armini. Sementara itu, penjelajah dari Armenia Mabousahl mencatat bahwa pada abad ke-12 telah terdapat Gereja Nestorian.

Lalu datanglah para pedagang Arab memasuki Barus sekira 627-643 M atau sekitar tahun 1 Hijriah, dan menyebarkan agama Islam di daerah itu. Di antaranya Wahab bin Qabishah mendarat di Pulau Mursala pada 627 M. Ada juga utusan Khulafaur Rasyidin, bernama Syekh Ismail akan ke Samudera Pasai dan singgah di Barus, sekira tahun 634 M. Dan sejak itu pula, tercatat bangsa Arab (Islam) mendirikan koloni di Barus. Bangsa Arab menamakan Barus dengan sebutan Fansur atau Fansuri, misalnya oleh penulis Sulaiman pada 851 M dalam bukunya "Silsilatus Tawarikh."

Kedatangan bangsa Arab yang kemudian menyebarkan agama Islam itu juga disebutkan dalam berita-berita Cina, Hsin-Tang-shu[13] (Catatan Dinasti Tang, 618-907), dan Chu-fan-chi[14] (Catatan Negeri-negeri Asing) yang ditulis Chau Ju-kua pada tahun 1225. Di dalam dua kronik Cina itu banyak bercerita tentang Ta-shi, istilah Cina untuk menyebut Arab. (Chu-fan-chi menerangkan bahwa Ta-shi mempunyai seorang Buddha (maksudnya Nabi) yang bernama Ma-ha-mat (Muhammad). Dalam sehari mereka lima kali sembahyang, dan setiap tahun berpuasa selama sebulan penuh. Dinasti Ta-shi ada dua macam, yaitu white-robed Ta-shi (Arab berjubah putih) atau Pon-ni-mo-huan (Bani Marwan, atau Bani Umayyah), serta black-robed Ta-shi (Arab berjubah hitam) yang didirikan raja A-po-lo-pa (Abul-Abbas)[15]. Pada tahun 651 Masehi, raja Ta-shi (Arab) bernama Han-mi-mo-mi-ni mengirimkan utusan ke istana Cina[16]. Hampir dapat dipastikan bahwa nama Han-mi-mo-mi-ni dalam ucapan Cina ini adalah untuk Amir al-Mu’minin, gelar resmi para khalifah Islam, dan “raja Ta-shi” yang mengirimkan utusan itu adalah Khalifah `Utsman ibn Affan yang memerintah dari tahun 644 sampai 656. Hsin-Tang-shu mencatat bahwa pada tahun 674 terdapat pemukiman pedagang Ta-shi (Arab) di Po-lu-shih, daerah pantai barat Sumatera.[17]

Tentu, dapat dibayangkan betapa makmurnya kota Barus pada awal abad masehi ini, dengan penduduk yang sebagian besar terdiri atas kaum pedagang. Pertanyaannya kemudian, siapakah yang menggerakkan semua perdagangan hingga jauh ke negeri seberang itu?

Seorang bekas kontrolir Belanda, G.J.J. Deutz, sewaktu bertugas di Barus,[18] menulis bahwa menurut rakyat setempat di Desa Lobutua pernah didapat penduduk sebuah batu bertulis pada dua bagian. Tetapi sayang, batu itu pada tahun 1857 dipecahkan oleh Raja Barus bernama Mara Pangkat. Pada tahun 1872 Deutz banyak menemukan pecahan batu peninggalan zaman Hindu yang telah dilupakan orang, telah berlumut. Dan baru pada tahun 1932, prasasti itu diterjemahkan Profesor Nila-kanti Sastri dari Universitas Madras.[19]

Prasasti itu menyebutkan bahwa paling sedikit sejak abad ke-11, telah bermukim di kota Barus sebuah koloni bangsa Tamil. Menurut batu Lobutua itu, mereka tergabung dalam sebuah perusahaan bernama “kelompok 500″ yang tidak asing lagi bagi orang-orang India waktu itu. Perusahaan swasta yang mereka wakili, merupakan perusahaan dagang cukup kuat, merdeka dalam tindakan dan tidak gampang tunduk pada salah satu raja yang berkuasa di sekitar Barus. Mereka yang berdiam di Barus inilah yang membeli beberapa hasil dari rakyat—utamanya kapur barus—untuk diekspor ke luar negeri.

Menurut Gnillout Claude[20], Barus adalah sebuah kota kuno di pantai barat Propinsi Sumatera Utara yang terkenal di seluruh Asia, sejak lebih dari seribu tahun, berkat hasil hutannya. Selain itu, nama Barus juga muncul dalam sejarah peradaban Melayu dengan Hamzah Fansuri, penyair mistik terkenal yang baru-baru ini ditemukan kembali makamnya di Mekkah. Sementara itu, tim arkeolog dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Perancis bekerjasama dengan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya. Tim tersebut juga menemukan banyak benda-benda berkualitas tinggi yang usianya sudah ratusan dan bahkan ribuan tahun dan ini menandakan dahulu kala kehidupan di Barus itu sangatlah makmur.

Dan semua kemakmuran itu berkat aroma kapur barus yang diolah dari kayu kamfer. Hanya kini, komoditi yang begitu mempesona di masa silam itu, hingga konon juga dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi itu, kini sudah lama tidak lagi diproduksi

Di komplek makam Syekh Machmud yang tertata rapi dan terletak di Bukit Papan Tinggi dan memang betul-betul tinggi sehingga harus melewati 710 anak tangga ini, menggantung sebuah tulisan, “Beri Salam dan Alas Kaki dibuka.” Seakan mengakhiri sebuah kisah perjalanan sebuah kota bandar di tepian pantai barat Sumatra yang berabad lalu menjadi sebuah perkampungan multi-etnis yang penuh guyub, sarat daya tarik bagi para pedagang di hampir seluruh penjuru bumi, juga menjadi pintu masuknya berbagai peradaban dan agama-agama besar di bumi Nusantara itu kini telah sepi.**



[1] Barus telah disebut oleh Ptolomeus kira kira tahun 150 Masehi. (Kozok, 1991, 14)

[2] W. J. van der Meulen, “Suvarnadvipa and the Chryse Chersonesos”, Indonesia, 18, October 1974, h. 1

[3] Encyclopdeia van Nederlandsch Indie

[4] Ada tiga jenis kapur barus pada saat itu yaitu: Kapur barus dari Kalimantan dan Sumatera (Dryobalanops aromatica), Kapur barus dari China dan Jepang (Cinnamomum Camphora) yang banyak beredar dipasaran dan yang ketiga adalah Blumea balsami- fera, yang diproduksi di China dengan nama kapur barus Ngai. Harga dari kapur barus asal Sumatera ini kira-kira 138 kali lebih mahal dari kapur barus China dan Jepang. (Hobson-Jobson, Glossary of Anglo-Indian Words and Phares)

[5]Travel of Marco Polo,” Buku 3 Bab 9 dan Buku 2 Bab 8 by Marco Polo dan Rustichello of Pisa

[6] Sumatra Benzoe, Disertasi P.H. Brans

[7] J. Innis Miller, The Spice Trade of the Roman Empire, Oxford University Press, London, 1969, terutama Bab “The Cinnamon Route”

[8] Verspreide Geschriften No VI, halaman 15

[9] Po-lu-chi atau Po-lu-suo terkadang sering keliru diterjemahkan dalam text China dengan Bo-si atau Persia. Barus ini juga sering disebut sebagai Bon-cu, Bian-shu atau Bin-cuo. (Roderich Ptak, Possible Chinese Reference to the Barus Area (Ming to Tang) in Claude Guillot (ed.) Histoire de Barus, Sumatera: Le Site de Lobu Tua I, Etudes et Documents, Paris, Cahier d’Archipel 30, 1998, pp. 119-138)

[10] Oliver W. Wolters, Early Indonesian Commerce, Cornell University Press, Ithaca, New York, 1967, terutama Bab 8

[11] Dari Desa Pansur sedikit di utara Barus

[12] Dari kata Kalasan, daerah penghasil kapur barus antara Kota Barus dan Sungai Chenendang

[13] Diterjemahkan oleh Paul Pelliot, “Deux Itineraires de Chine en Inde a la Fin du VIIIe Siecle”, BEFEO, 4, 1904, hal. 132-413

[14] Diterjemahkan oleh Friedrich Hirth dan W. W. Rockhill, Chau Ju-kua: His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteenth Centuries, entitled CHU-FAN-CHI, Imperial Academy of Sciences, St.Petersburg, 1911

[15] Lihat: F. Hirth dan W.W.Rockhill, hh. 114-124

[16] Berita ini tercantum dalam kronik Tung-tien buku 193 nomor 22b. Lihat: F.Hirth dan W.W.Rockhill, h. 119

[17] Paul Pelliot, h. 297. Lihat juga W. P. Groeneveldt, Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled from Chinese Sources, Bhratara, Jakarta, cetak ulang 1960, h. 14.

[18] Barus, G.J.J. Deutz, Tijdschr No. 22 tahun 1875

[19] A Tamil Merchant-guild in Sumatera oleh Prof. N. Sastri dalam Tijdschr No 72 tahun 1932

[20] “Lobu Tua Sejarah Barus”, Obor, 2002

Sabtu, 13 September 2008

ANCAMAN STRATEGIS PERBATASAN RI-MALAYSIA
(Suatu Studi Kasus)
Oleh: M.D. La Ode).
A. P E N G A N T A R
Tulisan ini diberi judul ANCAMAN STRATEGIS PERBATASAN RIMALAYSIA.
Fokus kajian tulisan ini adalah variabel-variabel ancaman apakah yang
telah terjadi di wilayah perbatasan antara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dengan Negara Federal Malaysia? Khususnya di wilayah Malaysia Timur.
Wilayah Malaysia Timur terbentang memanjang di bilangan wilayah Kalimantan
bagian Utara. Malaysia Timur terdiri dari dua Negara bagian, yaitu Negara bagian
Sarawak dan Negara bagian Sabah. Negara bagian Sarawak berbatasan daratan langsung
dengan wilayah NKRI di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar). Sedangkan Negara bagian
Sabah berbatasan daratan langsung dengan wilayah NKRI di Provinsi Kalimantan Timur
(Kaltim). Perbatasan wilayah Daratan antara Indonesia dengan Malaysia terbentang
sepanjang 2001 kilo meter (km). Perbatasan wilayah Daratan antara Kalbar dengan
Sarawak sepanjang 966 km. Sedangkan perbatasan wilayah Daratan antara Kaltim
dengan sabah sepanjang 1.035 km. Selanjutnya perbatasan wilayah Darat antara Kaltim
dengan Sabah tidak akan dibahas. Tetapi yang menjadi studi kasus dari tulisan ini yaitu
perbatasan wilayah Daratan antara Kalbar dengan Sarawak saja.
Berkenaan dengan judul tulisan ini, maka tulisan ini akan memperlihatkan
sejumlah ancaman-ancaman strategis bagi NKRI di sepanjang wilayah perbatasan antara
Kalbar dengan Sarawak. Menjelang akhir dari tulisan ini akan dirumuskan analisis
strategis. Sedangkan pada bagian akhir dari tulisan ini, akan dirumuskan sistim
penangkalan strategis. Kedua rumusan analisis strategi dan sistim penangkalan strategis
ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bagian solusi ancaman strategis di wilayah
perbatasan Darat antara Kalbar dengan Sarawak.
B. LANDASAN TEORITIS
Dalam Pengantar Sejarah Teori Strategi dari New Encyclopedya Brittanica yang
diterbitkan di Chicago, halaman 558-572 tertulis bahwa: “ pada zaman Yunani kuno yang
2
dimaksudkan dengan strategi adalah seni para jenderal (the art of the General)”. Lama
kelamaan kemudian strategi berkembang pesat bukan saja menjadi dominasi para
Jenderal, tetapi jauh dari itu dapat dipergunakan dalam berbagai-bagai aspek kehidupan
nasional. Antara lain strategi dipergunakan dalam politik, ekonomi, budaya dan
teknologi. Lebih dari itu startegi menjadi cara untuk mencapai tujuan. Ada banyak contoh
yang patut dikemukakan di sini, khsusnya yang telah berhasil mencapai tujuannya dengan
menggunakan “jasa” strategi. Mereka natara lain yaitu Panglima perang ulung Alexander
Yang Agung (334-323 SM) yang merebut wilayah antara Yunani dan India; Julius Caesar
(45-44 SM) yang mendapat kemenangan secara berturut-turut di medan perang mulai dari
Inggeris sampai wilayah Asia kecil dan sebagian Eropa; Jengis Khan (1177-1227 M)
yang merebut dan menguasai sebagaian besar wilayah Asia dan sebagaian Benua Eropa;
dan terakhir Napoleon Bonaparte (1796-1812 M) yang menguasai bagian terbesar Eropa.
Mereka itu semuanya adalah Panglima perang yang besar dan berhasil mencapai tujuan
perjuangannya dengan menggunakan “jasa” strategi. Dengan kata lain tanpa “jasa”
strategi para Penglima besar itu tidak akan dapat emnbcapai tujuannya.
Dalam perkembangannya, teori strategi banyak dipengaruhi 2 (dua) pemikir
strategi menurut Krl von Clausewitz dan strategi menurut SunTzu. Clausewitz yang
terkenal melalui bukunya yang masyhur yang berjudul On War/Von Crege,
mendefenisikan strategi sebagai penggunaan pertempuran untuk mendapatkan tujuan
akhir dari perang. Clausewitz membedakan strategi dengan taktik. Menurut dia, taktik
adalah seni untuk mempergunakan pasukan-pasukan dalam pertempuran. Oleh karena itu,
dia yakin sekali bahwa pertempuran adalah segalanya karena terminologinya yaitu
menaklukan angkatan perang musuh menjadi tujuan akhir mencapai kemenangan perang.
Dalam sistem perang, Clausewitz termasuk penganut teori pendekatan perang langsung,
yaitu suatu teori yang menekankan bahwa kemenangan hanya dapat dicapai dengan
membuat musuh porak-poranda hingga tak berdaya lagi dalam pengertian
menghancurkan kekuatan militernya, kemudian merebut negerinya, mematikan
semangatnya untuk kembali melakukan perlawanan. Semua terminologi ini hanya dapat
dicapai melalui peperangan langsung. Sebaliknya, Clausewitz menolak pendapat bahwa
musuh dapat dilucuti senajtanya kemudian bertekuk lutut tanpa pertumbahan darah yang
besar. Clausewitz menganggap bahwa pendapat iru adalah kesalahan yang harus
3
dibetulkan, karena dalam keadaan perang, kesalahan yang timbul karena jiwa lemah dan
hati baik adalah dua hal yang paling buruk.Mengapa? Perang kata Clausewitz merupakan
tindakan kekerasan yanhg dilakukan secara maksimal. Selanjutnya Clausewitz
menjelaskan bahwa terdapat tiga tindakan yang bersifat timbal-balik yang menuju
eksterin, yaitu:
Pertama, tindakan yang timbul dari semangat eskalasi di mana masing-masing pihak
yang berperang berusaha menggunakan tindakan kekerasan atau kekuatan yang lebih
besar dari pihak yang lain.
Kedua, tindakan yang timbul dari kenyataan bahwa apabila kita tidak mengalahkan
lawan, maka terdapat kemungkinan bahwa lawan akan mengalahkan kita. Itu sebabnya
lawan harus dihancurkan dan dikalahkan sama sekali.
Ketiga, tindakan yang timbul dari upaya dan penggunaan dari sumber daya yang
dilakukan oleh masing-masing pihak yang berperang. Hal ini berarti masing-masing
pihak itu akan menggunakan sumber daya masing-masing semaksimal mungkin.
Ketiga tindakan timbal-balik yang bersifat ekstrim itu, menunjukan bahwa
dalam peperangan tidak terdapat sedikitpun rasa toleransi kepada pihak lawan. Karena
sifat ini akan berakibat fatal bagi kekutan kita. Dengan demikian maka merujuk pada
teori tindakan perang langsung dari Clausewitz itu, bahwa semakin ekstrim tindakan
terhadap lawan perang semakin baik; sebaliknya, semakin bertindak toleran terhadap
lawan maka akan semakin berbahaya bagi kekuatan kita. Maka dari dari itu, untuk
menghindari kedua analogi itu, sekali berperang hanya dua sembaoyan yang berlaku
“hidup atau mati”.
Sun Tsu adalah ahli strategi dari Cina. Bahkan sering disebut-sebut sebagai
Bapak dari teori strategi yang kita kenal dewasa ini. Sun Tsu terkenal dengan pemikiran
strateginya yang menggunakan pendekatan perang tidak langsung. Hal ini dapat
dijelaskan dalam bukunya yang berjudul Pin Fa (Seni Berperang) yang mengajarkan
bahwa kenali kekuatan diri, kenali kekuatan lawan, janganlah berperang kecuali anda
yakin pasti menang. Buku inilah yang kemudian mengilhami para raja, para pemimpin
besar dunia dan para jenderal baik di Cina maupun di luar Cina (Kuliah Prof. Dr. Wan
Usman, tahun 2002 di PKN Universitas Indonesia).
4
Menurut Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) bahwa strategi itu
mempunyai ruang lingkup yaitu:
Pertama, strategi militer (strategi murni) adalah penggunaan kekuatan militer untuk
tujuan perangmiliter (penggunaan kekerasan bersenjata).
Kedua, strategi raya, mencakup strategi militer dan strategi non militer untuk usaha
perang (perang militer). Tujuan strategi raya adalah menang perang dan juga berarti
damai yang lebih baik. Ruang lingkupnya tidak lepas dari masalah keamanan nasional
atau kelangsungan hidup bangsa.
Ketiga, strategi nasional (integral) mencakup strategi raya dan strategi untuk upaya
pembangunan dan kesejahteraan bangsa.
Kalau Clausewitz dikenal unggul dengan pendekatan perang langsung, Sun Tzu
dikenal dengan pendekatan perang tidak langsung dan lemhannas dikenal dengan
klasifikasi ruang lingkup strategi di atas, maka sebenarnya strategi perang itu dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu perang sistem militer dan perang sistem sosial. Perang
sistem militer seperti yang dikatagorikan Lemhannas yaitu strategi murni yang
menggunakan tindakan kekerasan dengan segala kekuatan bersenjata. Sedangkan perang
sistem sosial yaitu suatu tindakan yang dilakukan untuk menghancurkan kekuatan moral
Negara lain agar tidak memiliki keberanian untuk melakukan perlawanan militer antar
bangsa. Bentuk implementasinya adalah intimidasi, propaganda, teror, manipulasi,
penyerobotan dan lain seterusnya. Upaya-upaya strategis itu semuanya disebut ancamanancaman
strategis Malaysia terhadap kedaulatan NKRI di perbatasan Kalbar-Sarawak.
Bentuk implementasi konkrit ancaman strategis itu telah dilakukan suatu studi
kasus di perbatasan Republik Indonesia, Kalimantan Barat (Kalbar)-Sarawak Malaysia
Timur. Selengkapnya dan secara terperinci dapat diikuti sebagai berikut ini.
C. A N C A M A N S T R A T E G I S
Atas dasar keyakinan saja, bahwa tiap-tiap wilayah perbatasan Daratan antara
dua Negara atau lebih pasti mnimbulkan dua faktor ancaman strategis dan faktor peluang
strategis. Untuk faktor peluang strategis tidak akan dibicarakan lebih lanjut di sini. Tapi
yang akan dibicarakan lebih lanjut di sini yaitu faktor ancaman strategis. Variabel
ancaman strategis yang timbul di wilayah perbatasan Daratan antara Kalbar dengan
5
Sarawak, yang berdasarkan atas hasil studi kasus identifikasi variabel ancaman strategis
di perbatasan tersebut, terdiri dari variabel-variabel sebagai berikut ini:
1. Variabel Strategis Frontier.
Dalam teori Ketahanan Nasional (Tannas) dikenal bahwa Frontier merupakan
“wilayah pengaruh Negara asing terhadap wilayah dalam negeri yang berdaulat”.
Contohnya yaitu NKRI adalah sebuah Negara yang berdaulat dengan kriteria memiliki
penduduk/warga Negara, memiliki wilayah/teritorial, memiliki pemerintahan legal dan
mendapat pengakuan internasional sebagai sebuah Negara yang berdiri sendiri. Namun
demikian, NKRI sebagai sebuah Negara yang berdaulat terutama menurut hukum dan
politik, di sepanjang wilayah perbatasan Daratan antara Kalbar dengan Sarawak, sejak
lama telah terjadi Frontier dari Malaysia. Bentuk Frontier itu aspeknya bisa beda-beda
dari bangsa asing yang satu terhadap Negara-negara sasarannya. Bentuk Frontier
Malaysia di wilayah perbatasan Kalbar-Sarawak misalnya, sosial ekonomi, social budaya
dan kecenderungan politik.
Pada aspek sosial ekonomi, diindikasikan oleh pertama, pengaruh nilai tukar
mata uang Ringgit Malaysia terhadap mata uang Rupiah Indonesia yang lebih rendah.
Kedua, pengaruh upah buruh di Malaysia yang lebih besar jumlahnya bila dibandingkan
dengan upah buruh yang bekerja di perusahaan-perusahaan di Daerah Kalbar dengan
ukuran pengalaman kerja, tingkat pendidikan dan skill yang sama. Ketiga, pengaruh
metode pembayaran barang dan jasa dari Indonesia secara kontan dan cepat dari pihak
pengusaha Malaysia. Sementara jika barang dan jasa dijual kepada perusahaanperusahaan
di kalbar, selain lama hingga 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun juga tidak
tepat waktu. Sampai-sampai ada kesan bahwa penjual barang dan jasa ketika menagih
harga barang dan jasa yang menjadi haknya kepada Boss-boss perusahaan menjadi segan
karena Boss-boss perusahaan itu tampil “galak” kepada para penagih utang. Lebih dari
itu, Boss-boss itu biasanya menghindar dari pihak penagih utang. Keempat, harga jual
barang dan jasa dari Kalbar di Malaysia cenderung lebih tinggi dari pada harga barang
dan jasa dari Daerah Kalbar yang dijual di Daerah Kalbar. Di samping itu, dari segi
mobilisasi juga lebih mudah terjangkau jika barang dan jasa dijual di Malaysia dari pada
barang dan jasa itu dijual di Daerah Kalbar. Contahnya yaitu faktor transportasi antar
Daerah terpencil di Kalbar dengan pusat-pusat kota sebagai ibu Kota Kabupaten dan ibu
6
Kota Kecamatan pada umumnya masih dalam katagori terpencil. Kelima, produk
Malaysia “membanjiri” wilayah perbatasan Kalbar-Sarawak, seperti makanan kalengan,
minuman kalengan, elektronika dan lain seterusnya. Keenam, faktor kesenjangan
pendapatan perkapita pertahun, di Malaysia mencapai USD 4.000 sedangkan di Kalbar
hanya mencapai USD 700-an demikian ucap Gubernur Kalbar, H. Usman Dja’far.
Pada aspek sosial Budaya, pertama, siaran media massa Televisi Malaysia lebih
mudah ditangkap masyarakat perbatasan dari pada siaran media massa Televisi Nasional
mulai dari siaran Televisi pemerintah sampai pada siaran Televisi swasta. Kedua, alat
komunikasi bahasa Malaysia yang berbasiskan bahasa Melayu, memudahkan masyarakat
perbatasan untuk memilih senantiasa melakukan kontak-kontak sosial dengan masyarakat
Malaysia. Ketiga, hubungan persaudaraan dan kekerabatan yang sudah berlangsung sejak
dahulu kala. Kontak-kontak seperti ini bagi masyarakat perbatasan, perbatasan antar
kedua Negara Indonesia-Malaysia bukan jadi faktor penghambat. Karena di antara
masyarakat perbatasan dari kedua Negara Indonesia-Malaysia terjadi kawin silang.
Keempat, faktor kesamaan kultur Melayu, kultur Dayak dan kultur Cina. Karena di
Daerah perbatasan Kalbar-Sarawak di diami ketiga etnis Melayu, Dayak dan Cina.
Pada aspek kecenderungan poltik, hal ini diindikasikan oleh perbedaan
pembangunan yang menyolok antara pembangunan Malaysia di perbatasan dengan
pembangunan Indonesia di perbatasan. Pembangunan Malaysia jauh lebih maju dari pada
pembangunan Indonesia. Realitas pembangunan ini, menjadi ukuran bagi masyarakat
perbatasan bahwa pemerintah tidak memperhatikan rakyatnya yang tinggal jauh di
perbatasan. Dengan perkataan lain, bahwa pemerintah hanya memperhatikan rakyatnya
yang dekat dengan kekuasaan dari pada rakyatnya yang jauh dari kekuasaan. Jadi
menurut masyarakat perbatasan ada tindakan diskriminatif pemerintah terhadap mereka.
Tindakan ini tidak wajar, berhubung baik rakyat yang dekat kekuasaan maupun rakyat
yang jauh dari kekuasaan, sama-sama warga Negara Indonesia yang memiliki kewajiban
yang sama dalam pembelaan terhadap NKRI dari segala bentuk ancaman dan gangguan
dari Negara lain. Di samping itu, kelemahan lain juga terdapat pada jangkauan Partai
Politik di Daerah perbatasan. Pada Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999-2004, partai
yang menjangkau Daerah perbatasan hanya sedikit. Partai-partai itu adalah partai Golkar,
PDIP dan PDKB. Sedangkan dalam Pemilu 2004-2009, Partai Politik yang menjangkau
7
Daerah perbatasan bertambah sedikit. Partai-partai politik yang masuk yaitu Golkar,
PDIP, PDS sebagai pengganti PDKB, Partai Demokrat (PD) dan PAN serta PKS.
Pembukaan isolasi transportasi dan pembukaan isolasi komunikasi antara Daerah
perbatasan dengan Daerah-daerah terpencil sangat lamban. Faktor inilah yang paling
membuat ketertinggalan masyarakat perbatasan dengan masyarakat di perkotaan.
2. Variabel Strategis Geografis.
Masalah yang termasuk dalam variabel geografis ini yaitu pemindahan patok
batas ke wilayah Daratan Kalbar oleh pihak Malaysia, pembukaan lahan perkebunan dan
pembangunan jalan ilegal oleh pihak Malaysia. Kasus pemindahan patok batas menurut
informasi yang diperoleh bahwa jarak pemindahan patok batas itu sekitar 20-35 km ke
wilayah Kalbar. Kemudian kayunya dieksploitasi dengan alasan bahwa mereka
mengeksploitasi hasil hutan Malaysia. Modus kasus ini sebenarnya adalah upaya
penyerobotan tanah oleh pihak Malaysia terhadap wilayah Daratan Indonesia. Faktor
pembenarnya yaitu dua Pulau milik Indonesia Sipadan dan Ligitan. Alasan Malaysia
adalah pihaknya sebagai penggarap. Karena pihaknya yang menggarap, berarti adalah
miliknya. Dan ini dibenarkan oleh Mahkamah Internasional. Pengalaman Malaysia ini
tidak tertutup kemungkinan akan digunakan Malaysia untuk menyerobot tanah milik
Indonesia di perbatasan dengan alasan pihaknya sebagai penggarap. Kalau terjadi
sengketa perbatasan dengan serius, maka kemungkinananya Malaysia akan mengajak
Indonesia untuk menyelesaikannya di Mahkamah Internasional. Kemudian dalam sidang
itu Pihak Malaysia akan dimenangkan lagi. Kemungkinan ini akan sangat merugikan
pihak Indonesia. Di samping itu, ada pembangunan jalan, pembukaan lahan perkebunan
dan rehabilitasi gedung sekolah di perbatasan, merupakan langkah-langkah untuk
memperluas geografis Malaysia ke wilayah Daratan Kalbar. Semua upaya itu merupakan
bagian dari rangkayan upaya Malaysia untuk menyerobot tanah milik Indonesia. Selain
itu masih ada lagi masalah-masalah perbatasan yang belum terselesaikan dengan
Malaysia, yaitu masalah Tanjung Datu berupa penyerobotan Malaysia atas wilayah
Indonesia sepanjang 3,3 km, masalah Batu Aum yaitu wilayah Indonesia yang sudah
diduduki petani Malaysia, masalah Semitau bermula dari pertukaran tanah pertanian di
Daerah Semitau antara penduduk Indonesia dengan penduduk Malaysia, masalah Nanga
Badau berupa penduduk Malaysia berladang di Wilayah Indonesia seluas 80 hektar dan
8
masalah gunung Raya yaitu, pihak Malaysia tidak mengakui garis perbatasan Indonesia-
Malaysia di Gunung Raya.
3. Variabel Strategis Sekuriti.
Gangguan keamanan (sekuriti) di Daerah perbatasan Kalbar-Sarawak
bermacam-macam. Di antaranya yaitu gula ilegal, beras ilegal, perdagangan ilegal,
penangkapan ikan ilegal, TKI ilegal, arus balik TKI ilegal, penebangan kayu secara liar,
perdagangan perempuan dan perdagangan anak-anak. Sebagian besar dari upaya-upaya
ilegal itu adalah penyelundupan. Semua kegiatan ilegal itu, tampaknya didukung oleh
pihak Malaysia juga selain memang disponsori oleh para pelaku ilegal. Akibat dari
kegiatan illegal itu, seorang isteri warga Negara Indonesia dari Kabupaten Bengkayang
telah diculik oleh sekelompok warga Negara Malaysia. Sampai sekarang (sudah hampir 2
tahun) perempuan itu belum dikembalikan kepada suaminya yang bernama Pak Djutin.
4. Variabel Starategis Disintegrasi
Variabel ini memuat faktor-faktor nasionalisme, geografis, dan politik. Faktor
nasionalisme merupakan faktor ancaman yang berlangsung laten (tidak diketahui oleh
warga Negara Indonesia di perbatasan) tetapi WNI yakin dengan suatu kondisi realistis
dari pihak Malaysia bahwa tingkat kesejahteraan warga Negara Malaysia lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan yang diperoleh dari Indonesia sebagai WNI.
Lama-kelamaan dan secara turun-temurun kondisi realistis semacam itu akan membentuk
sikap psikologis WNI di perbatasan yang terminologinya lebih menyukai Malaysia dari
pada Indonesia sebagai Negaranya. Pengaruh ini sekarang sudah terjadi. Faktor geografis
merupakan faktor ancaman kehilangan bahagian wilayah Indonesia karena diserobot
pihak Malaysia. Sekarang sudah terjadi walaupun masih dalam bentuk sengketa. Namun
terminologinya persis pada kehilangan bagian wilayah. Faktor politik merupakan faktor
ancaman yang berbentuk keberpihakan WNI di perbatasan tatkala Indonesia bersengketa
dengan pihak Malaysia. Misalnya WNI di perbatasan tidak akan menyebutkan
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pihak Malaysia, walaupun WNI perbatasan
mengetahui bahwa pelakunya adalah warga Negara Malaysia. Dewasa ini tampaknya
sudah terjadi.
9
5. Variabel Strategis Terorisme.
Terorirsme memang merupakan bagian konflik yang senantiasa muncul akibat
kesenjangan politik dan keadilan antara kelompok yang satu terhadap kelompok yang
lainnya atau Negara yang satu terhadap Negara yang lainnya atau antara Negara yang
satu terhadap kelompok yang lainnya. Di antara contohnya antara lain yaitu antara
Amerika Serikat dengan kelompok Alqaidah dari Timur Tengah. Bila berhadapan
langsung berperang dengan Amerika Serikat selain Alqaidah tidak punya Negara dan
kekuatan tidak imbang, yang menurut informasinya maka Alqaidah mebangun jaringan
teroris di seluruh Dunia, termasuk di Indonesia dan Asia Tenggara (ASEAN) untuk
“berperang” dengan Amerika Serikat. Dalam upaya mobilisasi teroris menyebarkan
terorisme di Indonesia dan wilayah ASEAN, perbatasan Kalbar-Sarawak tidak kecil
kemungkinannya sudah dijadikan jalur transportasinya dari Malaysia masuk ke Pulau
Jawa-Bali dan wilayah Indonesia lainnya untuk menyerang fasilitas-fasilitas milik Barat
khususnya fasiltas Amerika Serikat secara umum.
D. A NA L I S I S S T R A T E G I S
Berdasarkan uraian variabel strategis di atas, berikut ini akan dikemukakan
analisis strategis. Anasis strategis ini akan mengikuti satuan variabel ancaman strategis di
atas. Pertama, varibel strategis Frontier. Variabel ini menurut teori Ketahanan Nasional
(Tannas) atau dalam bahasa Belandanya disebut weerbaarheid yang berarti daya tahan
suatu bangsa untuk tidak ditaklukkan oleh bangsa lain, merupakan faktor gangguan
praktis dan aktif pihak bangsa asing (Malaysia) terhadap keutuhan kedaulatan NKRI di
perbatasan Kalbar-Sarawak. Frontier Malaysia di Kalbar, pengaruhnya mencakup kultur,
ekonomi dan politik yang akan bermuara pada ekspansi wailayah geografis Indonesia.
Sekarang sudah terjadi. Artinya, dalam kualifikasi perbuatan bangsa lain terhadap
kedaulatan NKRI, dengan menggunakan rujukan weerbaarheid di atas, proses
penaklukkan Malaysia atas wialyah Kalbar sudah dimulai oleh Malaysia.
Pengaruh Malaysia dalam mebentuk Frontier di Kalbar sangat kondusif
berhubung kesamaan kultur, etnis dan sejarah serta geografis antara WNI dengan Warga
Negara Malaysia di perbatasan Kalbar-Sarawak. Wilayah Frontier Malaysia atas
wialayah NKRI diperkirakan sudah terjadi di sepanjang perbatasan antara Kalbar-
Sarawak yaitu sepanjang 966 km. Sedangkan kampung-kampung/Desa-Desa atau
10
Kecatan-Kecamatan yang menjadi bagian dari Frontier Malaysia hingga saat ini belum
dipetakan. Kedua, variabel strategis geografis. Pada variabel ini pihak Malaysia akan
memperoleh dua keuntungan yaitu keuntungan ekspansi wilayah dan keuntungan
geopolitik yaitu perluasan ruang hidup dan sumber daya alam seperti yang pernah
dikembangkan oleh Jerman di bawah Hitler-Nazi dalam bentuk ekspansi terhadap
Negara-negara disekitarnya. Sekarang ajaran ini banyak dikaji di banyak Negara di
Dunia. Hanya bedanya, kalau Jerman menggunakan kekuatan militer sedangkan Malaysia
menggunakan faktor kelicikan seperti antara lain pemindahan Tapal Batas ke wilayah
Kalbar (Indonesia). Kemudian kalau sudah terjadi sengketa Tapal Batas karena sifat
kelicikan itu, Malaysia menggunakan cara persuasif bahwa “kita Negara serumpun dan
sesama Negara ASEAN” mari kita selesaikan sengketa melalui cara musyawarah
bilateral. Contoh sebagai faktor penguat dari persuasif itu yang sangat jelas dan masih
hangat sampai saat ini, adalah sengketa Blok Ambalat di Kaltim. Ketiga, variabel
strategis sekuriti. Persoalan sekuriti di perbatasan Kalbar-Sarawak, sesungguhnya
diperlukan kedua belah pihak yang bersifat ilegal. Ini bisa disebut “ciri kejahatan
perbatasan”. Kecuali penyerobotan tanah tidak masuk dalam katagori ini, karena
penyerobotan tanah berbobot perilaku geopolitik Malaysia terhadap Indonesia. Keempat,
variabel strategis disintegrasi. Variabel ini dapat dikatakan bahwa tidak terjadi secara
alamiah, melainkan ada upaya dari pihak Malaysia secara laten atau “gerakan bawah
tanah”. Kalau Indonesia pada tahun 1963 melakukan konfontasi terbuka kepada
Malaysia, maka Malaysia dewasa ini melakukan “konfrontasi tertutup atau diam-diam”.
Harapan dari upaya “konfrontasi” ini adalah warga Negara Indonesia sendiri yang akan
mengintegrasikan sebagain wilayah Indonesia ke dalam wilayah Malaysia. Kelima,
variabel strategis terorisme. Karena faktor kesamaan kultur, suku dan agama, perbatasan
Kalbar-Sarawak sangat besar peluangnya untuk dijadikan jalur transit bagi kegiatan
teroris dari wilayah ASEAN lainnya menuju ke wilayah Indonesia lainnya. Hal ini bukan
saja masuk tetapi keluar-masuk Indonesia-Malaysia. Termasuk jalur pelarian dari dan
keluar Negeri. Kemungkinan lain juga menjadi ancaman sabotase bagi Alat Utama Sistim
Pertahanan (Alutsista) Udara di Lanud Supadio Pontianak, Kalbar.
11
E. SISTIM STRATEGI PENANGKALAN
Kondisi sosial perbatasan Kalbar-Sarawak seperti itu, benar-benar mengancam
kedaulatan NKRI di perbatasan Kalbar-Sarawak dan menurunkan daya tahan bangsa
Indonesia di perbatasan Kalbar-Sarawak. Kedaulatan NKRI menjadi landasan perjuangan
bagi bangsa Indonesia untuk terus mempertahankannya dari segala bentuk ancaman baik
langsung maupun tidak langsung. Apa lagi kondisi itu, berdasarkan analisis strategis di
atas, bahwa telah terbukti mengganggu secara langsung, maka pilihan langkah yang tepat
adalah melakukan upaya penangkalan praktis atau secara langsung juga. Untuk itu
diperlukan suatu sistim penangkalan yang konstruktif. Sistim pengangkalan konstruktif
ini dalam pelaksanaannya, khususnya yang bersifat fisik, tidak perlu melibatkan pihak
Malaysia, karena sepenuhnya ditempatkan dalam wilayah NKRI kecuali aspek diplomasi.
Upaya penangkalan ini dibagi menjadi dua aspek yaitu aspek diplomasi dan aspek fisik
permanen.
1. Aspek Diplomasi.
Niat Malaysia yang berbentuk “konfrontasi tertutup” di atas, masih bisa
ditangkal dengan upaya aliansi diplomatik. Isi aliansi ini yaitu kedua Negara Indonesia-
Malaysia menegakkan sifat saling menghormati kedaulatan kedua Negara, dengan dasar
bahwa kedua Negara Indonesia-Malaysia adalah dua Negara serumpun dan bersaudra.
Dengan catatan Malaysia masih komit dengan dasar alinasi diplomasi tersebut dia atas
serta mau memeliharanya tanpa melakukan lagi upaya-upaya serupa. Di samping itu
harus terlebih dahulu mengembalikan semua bahagian kedaulatan Indonesia yang telah
diakui Malaysia secara sepihak.
2. Aspek Fisik Permanen.
Sistim strategi penangkalan fisik yang permanen ini sangat diperlukan Indonesia
dewasa ini, terutama sekali untuk mengatasi segala persoalan yang timbul di wilayah
perbatasan Indonesia-Malaysia kaitannya dengan penangkalan gangguan keamanan dan
pertahanan Negara ke depan. Sistim penangkalan fisik permanen dimaksud yaitu:
Membangun doktrin “para bellum” yang bermuatan khas bahwa perumusan kebijakan
Negara untuk memelihara pertahanan NKRI di seluruh wilayah perbatasan NKRI dengan
Negara lain, khususnya dengan Malaysia, merupakan kebijakan mutlak yang harus
ditempuh. Kebijakan dimaksud yaitu “membangun doktrin “para bellum”. Doktrin ini
12
menyatakan bahwa “jika kamu menginginkan perdamaian maka persiapkanlah
peperangan”. Masalah keamanan dan pertahanan di perbatasan antar dua Negara,
khususnya dengan Malaysia, menjadi fungsi militer sepenuhnya dan utama serta bersifat
langsung terutama dalam menghadapi musuh pada masa mendatang yang mungkin juga
melalui Malaysia. Mengembalikan status Kodam di Kalbar. Dalam rangka membangun
doktrin “para bellum”, Indonesia perlu mengembalikan status Komando Daerah Militer
(Kodam) di Kalbar. Tujuan pengembalian status Kodam di kalbar yaitu untuk melakukan
pengamanan intensif wilayah kedaulatan NKRI di Kalbar dan perbatasan Kalbar-
Sarawak, yang dewasa ini sedang diganggu oleh pihak Malaysia. Di samping itu agar
sistim komando militer di Kalbar bisa beroperasi cepat. Ditambahkan pula bahwa secara
internal Kalbar rentan dengan konflik horisontal antar etnis. Sejak tahun 1967 sampai
dengan tahun 2000 telah terjadi sebanyak 14 kali konflik fisik yang membawa korban
harta-benda, jiwa dan raga dalam jumlah besar. Ini diperlukan kecepatan tindakan militer
yang maksimal. Tapi kalau seperti sekarang kerap kali telat karena rentang kendali sistim
komandonya sangat jauh berada di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim). Membangun
kekuatan persenjataan militer. Sistem persenjataan militer Indonesia sesungguhnya
sebagian besar sudah kuno/tua. Dua buah kapal selam (Submarine) yang dimiliki militer
Angkatan Laut (AL) misalnya, satu sudah berlumut dan satunya lagi sudah rusak.
Sementara ancaman sistim persenjataan dari luar semakin modern dan menggunakan
teknologi tinggi. Oleh sebab itulah maka sistim persenjataan militer Indonesia harus
segera dimodernisasi yang pengadaannya bisa dari AS, Eropa Barat, Eropa Timur atau
dari Asia sendiri seperti Korea dan China. Membangun sistim senjata sosial di wilayah
perbatasan. Sistim senjata sosial (Sissos) di maksud yaitu sistim akulturasi di sepanjang
wilayah perbatasan Kalbar-Sarawak antara penduduk lokal dengan penduduk yang
berasal dari bagian Indonesia yang terbilang padat penduduk. Anatara lain misalnya
Jawa, Sunda, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan lain
seterusnya. Metode perpindahan penduduknya adalah program “transmigrasi plus”.
“Transmigrasi plus” ini merupakan suatu sistim transmigrasi yang didesain untuk
meredam sentiment primordial karena transmigrasi diberikan fasilitas tanah, sedangkan
penduduk lokal tidak dapat fasilitas serupa. Dengan memberlakukan sistim “transmigrasi
plus” ini, maka penduduk lokal yang mengikuti “transmigrasi plus” juga akan
13
mendapatkan tanah yang sama luasnya dengan tanah yang diberikan kepada penduduk
dari luar Kalimantan. Membangun parit. Parit perlu dibangun di sepanjang daerah
perbatasan Kalbar-Sarawak dengan ukuran dalam 4 meter, lebar 5 meter dan panjang 966
km. Membangun jalan raya. Jalan raya perlu dibangun di sepanjang daerah perbatasan
Kalbar-Sarawak dengan ukuran lebar 5 meter dan panjang 966 km. Membangun
perkebunan. Perkebunan di sepanjang daerah perbatasan Kalbar-Sarawak perlu segera
dibangun untuk menampung tenaga kerja Indonesia yang jumlahnya sangat banyak
(ratusan ribu orang), selama ini banyak menjadi tenaga kerja ilegal di Malaysia
kemudian kalau Malaysia lagi jengkel sama Indonesia, tenaga kerja ilegal itu semuanya
diusir pulang-paksa ke Indonesia. Akibatnya Indonesia selalu kelabakan menangani
tenaga kerja Indonesia yang diusir oleh Malaysia. Jenis tanaman yang sudah pasti cocok
ditaman di sepanjang daerah perbatasan Kalbar-Sarawak yaitu karet, coklat, merica dan
kelapa sawit. Dampak positif akan dibangunanya perkebunan di sepanjang perbatasan
Kalbar-Sarawak adalah akan membaiknya roda perekonomian bagi masyarakat Indonesia
di perbatasan Kalbar-Sarawk. Dewasa ini sebenarnya sudah ada kehendak politik dari
pemerintah daerah Kalbar untuk merealisasikan perkebunan tersebut. Namun masih
terbentur dengan kontroversi pemikiran mengenai dampak lingkungan yang negatif bila
perkebunan tersebut dibangun. Sebenarnya para aktivis lingkungan harus mengetahui
persis bahwa apa bila nilai-nilai pertahanan berbenturan dengan nilai-nilai kehidupan
lainnya, seperti lingkungan, maka harus mengalah dengan cara mendahulukan tuntutan
nilai-nilai pertahanan. Kemudian nilai-nilai lingkungan harus mencari jalan lain sebagai
solusi dampak lingkungan akibat mentolerir adanya konversi hutan dengan perkebunan
untuk memenuhi tuntutan nilai-nilai pertahanan dimaksud.
F. P E N U T U P
Pada bagian penutup ini berisi kesimpulan dan saran-saran. Untuk lebih jelasnya
dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Kesimpulan:
Berdasarkan uraian variabel-variabel ancaman strategis yang terjadi di wilayah
perbatasan Kalbar-Sarawk tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ancaman
pertahanan NKRI di wilayah perbatasan Kalbar-Sarawak, benar-benar nyata. Dengan
perkataan lain merupakan ancaman nyata. Kenyataan itu bukan terjadi secara alami,
14
melainkan diperlukan oleh pihak Malaysia sebagai bagian dari tuntutan geopolitik
Malaysia yaitu mau merebut ruang hidup dan sumber daya alam Indonesia atau milik
Indonesia di wilayah perbatasan Kalbar-Sarawak.
2. Saran-saran:
Pertama, ancaman strategis di wilayah perbatasan Kalbar-Sarawak itu
seyogyanya segera dilakukan penangkalan nyata pula baik melalui upaya diplomasi
maupun melalui upaya-upaya fisik secara nyata. Kedua, tiap-tiap perilaku sosial Malaysia
di perbatasan Kalbar-Sarawak seperti sosial politik, sosial ekonomi dan sosial kultural
perlu selalu diwaspadai. Untuk melaksanakan ini, perlu menambah kekuatan personil
militer di sepanjang perbatasan Kalbar-Sarawak.
15
DAFTAR PUSTAKA
Clausewitz, Carl Von; On War—1832, diterjemahkan dari Bahasa Jerman oleh O.J.
Matthijs Jolles, Washington D.C., Infantary Journal Press, 1950.
Giddens, Anthony; Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2002.
Habib, Hasnan, Kapita Selekta: Strategi Dan Hubungan Internasional, CSIS, Jakarta,
1997.
Holsti, K.J; Politik Internasional: Kerangka Analisis, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1987.
Lemhannas; Tolak Ukur Ketahanan Nasional, Aris Lima, Jakarta, 1989.
Sunardi, R.M; Teori Ketahanan Nasional, Bahan Kuliah Program Pasca Sarjana
Program Pengkajian Ketahanan Nasional UI, Jakarta, 1999.
Usman, Wan; Daya Tahan Bangsa, Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional
Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2003.

0 komentar: